Rabu, 27 Januari 2021
Selasa, 26 Januari 2021
Jumat, 08 Januari 2021
Senin, 04 Januari 2021
SEBAIKNYA, MENCINTAI ATAU DICINTAI, ANTARA SEORANG UMAT DAN RASULNYA ?
SEBAIKNYA, MENCINTAI ATAU DICINTAI, ANTARA SEORANG UMAT DAN RASULNYA ?
بسم الله الرحمان الرحيم
Hal yang sudah dimaklumi bersama kadar kecintaan seseorang kepada Rasulullah ﷺ berstrata, bervariasi dan berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya.
Bahkan terkandang kita menjumpai orang yang mengaku tidak pernah shalat lima waktu pun pada setiap tahunnya atas nama cinta kepada Rasulullah SAW selalu mengikuti peringatan maulid Nabi ﷺ.
Mencintai Rasulullah ﷺ melebihi cintanya kepada seluruh semua manusia afalah sebuah cermin kesempurnaan iman seseorang. Namun yang perlu dicamkan adalah timbangannya bukan kita mencintai, akan tetapi bagaimana supaya kita dicintai oleh Rasulullah SAW. Hal ini dikatakan oleh sebagian ulama :
ليس الشأن أن تحب إنما الشأن أن تحب
Urusannya bukan engkau mencinta tetapi yang paling penting bagaimana agar engkau dicinta
Orang boleh saja mengklaim diri, bahwa dia sungguh sangat mencintai, akan tetapi pada prakteknya tidak selaras dengan apa yang dia dilontarkan melalui ucapanya.
Oleh sebab itu, Allah SWT menguji pengakuan manusia melalui firman-Nya di bawah ini :
قل إن كنتم تحبون الله فاتبعوني يحببكم الله ويغفر لكم ذنوبكم والله غفور رحيم
Katakanlah (hai Muhammad), "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kamu dan mengampuni dosa-dosamu (QS. Ali-Imron Ayat : 31)
Mengacu kepada ayat tersebut di atas, Al-Hafidzh Ibnu Katsir Asy-Syafii mengatakan, bahwa :
هذه الآية الكريمة حاكمة على كل من ادعى محبة الله وليس هو على الطريقة المحمدية فإنه كاذب في دعواه في نفس الأمر حتى يتبع الشرع المحمدي
Ayat yang mulia ini menjadi hakim atas siapa saja yang mengaku mencintai Allah tetapi dia tidak berjalan di atas sunnah Nabi-Nya Muhammad ﷺ. Maka sesungguhnya dia telah berdusta dengan pengakuannya itu sampai dia benar-benar mengikuti syariatnya Nabi ﷺ (Tafsirul Qur'anil 'Adzhim 1/340)
Berdasar pada ayat dan pendapat Ulama tersebut di atas, dapat dipetik sebuah kaidah yang sangat menarik terkait permasalahan mencintai atau sebaiknya dicintai ? sebagaimana yang diketengahkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sbb :
المحبة هي التي تحرك
Cinta itu sesuatu yang menggerakkan.
Untuk itu, orang yang mencintai dunia, dia akan menggerakkan dirinya untuk perkara dunia dengan mengorbankan segalanya. Demikuan juga, orang yang mencintai akhirat akan senantiasa menggerakkan dirinya untuk berjalan menuju akhirat dengan penuh semangat dan keikhkasan.
Begitupula dengan orang yang cinta Rasulullah ﷺ, dia akan menggerakkan dirinya untuk mengikuti dan menunaikan segala sunnah beliau ﷺ, meski tidak disukai oleh banyak orang.
Dari sini lah kita bisa memahami tentang orang yang mencintai Rasulullah ﷺ belum tentu orang itu dicintai oleh Radulullah ﷺ. Sedangkan orang yang dicintai oleh Rasulullah ﷺ sudah pasti dia mencintai Rasulullah ﷺ dengan petunjuk dan syariatnya.
Sejelumit renungan pagi, semoga bermanfaat, aamiin YRA.
رب زدني علما
بارك الله فيك
MENGAPA SURAT AL KAHFI, LEBIH AFDHAL BILA DIBACA PADA MALAM DAN HARI JUM'AT ?
MENGAPA SURAT AL KAHFI, LEBIH AFDHAL BILA DIBACA PADA MALAM DAN HARI JUM'AT ?
A. Sabda Rasulullah SAW Tentang Betapa Mulia dan Utamanya Hari Jum'at :
1. Hari Jum'at Adalah Tuannya Hari :
وقال صلى الله عليه وسلم: {سَيِّدُ الأَيَّامِ يَوْمُ الجُمُعَةِ}.
Nabi SAW bersabda : “Tuannya hari-hari adalah hari Jumat" (HR. Imam As-Syafii’ dalam kitab Musnadnya dari sahabat Ibnu Al-Musayyab; Imam Ahmad dalam kitab Musnadnya dari sahabat Abu Lubabah Al-Badri bin Abdul Mundzir; Imam Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahihnya; Imam Al-Baihaqi dalam kitab Syuabul Imannya; dan imam Al-Hakim dalam kitab Al-Mustadrak)
2. Hari Jum'at Adalah Hari Rayanya Umat Islam :
سَيِّدُ الْأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ وَهُوَ أَعْظَمُ مِنْ يَوْمِ النَّحَرِ وَيَوْمُ الْفِطْرِ وَفِيْهِ خَمْسُ خِصَالٍ فِيْهِ خَلَقَ اللهُ آدَمَ وَفِيْهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ إِلَى الْأَرْضِ وَفِيْهِ تُوُفِّيَ وَفِيْهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ الْعَبْدُ فِيْهَا اللهَ شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ إِثْمًا أَوْ قَطِيْعَةَ رَحِمٍ وَفِيْهِ تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَمَا مِنْ مَلَكٍ مُقّرَّبٍ وَلَا سَمَاءٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا رِيْحٍ وَلَا جَبَلٍ وَلَا حَجَرٍ إِلَّا وَهُوَ مُشْفِقٌ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ
Rajanya hari di sisi Allah adalah hari Jumat. Ia lebih agung dari pada hari raya kurban dan hari raya Fitri. Di dalam Jumat terdapat lima keutamaan. Pada hari Jumat Allah menciptakan Nabi Adam dan mengeluarkannya dari surga ke bumi. Pada hari Jumat pula Nabi Adam wafat. Di dalam hari Jumat terdapat waktu yang tiada seorang hamba meminta sesuatu di dalamnya kecuali Allah mengabulkan permintaannya, selama tidak meminta dosa atau memutus tali silaturrahim. Hari kiamat juga terjadi di hari Jumat. Tiada Malaikat yang didekatkan di sisi Allah, langit, bumi, angin, gunung dan batu kecuali ia khawatir terjadinya kiamat saat hari Jumat (HR. Imam Ahmad dan Imam Syafi'i)
3. Allah SWT Membebaskan Siksa Kubur Bagi Seorang Muslim Yang Meninggal Di Hari Jun'at :
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ الْجُمْعَةِ، أَوْ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ إِلاَّ وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
Setiap Muslim yang meninggal pada hari Jum’at akan dijaga oleh Allah dari fitnah kubur (HR. Ahmad dan Tirmidzi; Dinyatakan kuat oleh syaikh al-Albani)
4. Setiap Langkah Nenuju Mesjid Akan Mendapat Pahala Sama Dengan Pahala Orang Tang Puasa dan Shalat Selama Satu Tahun :
مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
Barang siapa membasuh pakaian dan kepalanya, mandi, bergegas Jumatan, menemui awal khutbah, berjalan dan tidak menaiki kendaraan, dekat dengan Imam, mendengarkan khutbah dan tidak bermain-main, maka setiap langkahnya mendapat pahala berpuasa dan shalat selama satu tahun (HR. Al-Tirmidzi dan Al-Hakim).
5. Orang Yang Berwudlu dan Menjalankan Shalat Jum'at, Dosanya Akan Diampuni :
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَدَنَا وَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ وَزِيَادَةُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
Barang siapa berwudlu kemudian memperbaiki wudlunya, lantas berangkat Jumat, dekat dengan Imam dan mendengarkan khutbahnya, maka dosanya di antara hari tersebut dan Jumat berikutnya ditambah tiga hari diampuni. (HR. Muslim).
6. Orang Yang Membaca Al Kahfi Pada Hari Jum'at Akan Menjadi Bercahaya :
قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنْ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ
Barang siapa membaca surat al-Kahfi pada hari Jumat, maka Allah memberinya sinar cahaya di antara dua Jumat (HR. Al-Hakim)
7. Orang Yang Membaca Shalawat Satu Kali Pada Hari Jum'at, Akan Mendapat Balasan Sepuluh Kali Dari Allah SWT :
أَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ الْجُمُعَةِ فَمَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا
Pebanyaklah membaca shalawat kepadaku di hari dan malam Jumat. Barangsiapa membaca shalawat untuku satu kali, maka Allah membalasnya sepuluh kali (HR. Al Baihaqi)
PERAYAAN TAHUN BARU DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Sebuah Renungan Di Pagi Hari )
PERAYAAN TAHUN BARU DALAM PERSPEKTIF ISLAM (Sebuah Renungan Di Pagi Hari )
A. Ketentuan Hari Raya Dalam Ajaran Islam :
Berbicara tentang hari raya bagi umat Islam adalah tidak hanya sekedar adat atau budaya yang lepas dari dalil atau ketetapan hukum. Akan tetapi merupakan bagian syariat yang telah diatur oleh Allah SWT, sebagaimana dalam firman Nya di bawah ini :
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
Dan orang-orang yang tidak menyaksikan kepalsuan, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya (QS. Al-Furqan Ayat : 72)
Lalu, Kapan dan bagaimana orang islam merayakan sesuatu, semuanya telah Allah SWT sampaikan melalui lisan Rasul-Nya.
Dalam sebuah riwayat dari Anas bin Malik menfatakan, bahwa : Rasulullah SAW datang ke Madinah dan penduduknya memiliki dua hari raya. Kemudian beliau bertanya :
مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ؟ قَالُوا: كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ. قَالَ: إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا؛ يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْر.
Dua hari apa ini ? Mereka menjawab : Dahulu semasa Jahiliyah kami biasa bermain di dua hari ini. Beliau pun bersabda : Sungguh Allah SWT telah menggantikannya dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha (HR Abu Dawud)
Kemudian dalam hadis lain, dari Aisyah R.A, Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Bakar sbb :
إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَإِنَّ عِيدَنَا هَذَا الْيَوْمَ
Sesungguhnya bagi setiap kaum ada hari rayanya dan ini adalah hari raya kita (HR. Bukhari-Muslim)
Hadis tersebut di atas menunjukkan bahwa umat Islam memiliki hari rayanya sendir, yani IDUL FITRI dan IDUL ADHA berbeda dengan orang Non Muslim. Sebelum Nabi SAW datang ke Madinah, sudah menjadi kebiasaan masyarakat Madinah merayakan hari raya orang-orang Persia, atau yang disebut dengan hari Raya Nairuz dan Mihrajan. Walaupun hari raya tersebut sudah menjadi tradisi dan adat kebiasaan masyarakat setempat, naMun Rasulullah SAW melarangnta karena hal itu dapat menganggu ‘izzah (kehormatan) dan kekokohan iman kaum muslimin.
Umar bin Khattab berkata : Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka (HR. Al-Baihaqi)
Abdullah bin ‘Amr berkata : Barangsiapa yang berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu dia merayakan pesta Nairuz dan Mihrajan mereka serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam keadaan seperti itu maka dia akan dikumpulkan bersama mereka di hari kiamat (Lihat: Ahkam Ahlidz Dzimmah, 1/723)
B. Lalu Bagaimana Dengan Perayaan Tahun Baru :
Tahun baru memang sebuah momentum yang dinanti-nanti oleh banyak orang. Keberadaannya sangat identik dengan perayaannya yang meriah. Banyak masyarakat yang membangun persepsi bahwa tahun baru adalah awal dari kehidupan baru yang akan mereka jalani. Dari sinilah kemudian rasa kebahagian mereka ungkapkan dalam bentuk hiburan dan pesta ria dengan berbagai macam cara.
Terlepas dari itu semua, sebenarnya mereka lupa atau belum tahu jika perayaan tersebut sejatinya tidak dibenarkan di dalam Islam, karena meskipun sudah dianggap sebagai adat kebiasaan, perayaan tahun baru banyak mengandung unsur-unsur penyimpangan terhadap hukum syar’i. Di antara hal yang cukup mendasar adalah :
1. Perayaan Tahun Baru Adalah Tradisi Jahiliyah :
Sebagaimana diketahui bersama, perayaan tahun baru merupakan perayaan besar bangsa Romawi yang dilakukan setiap memasuki awal tahun. Pesta tersebut mereka peruntukkan untuk menghormati Dewa Janus, yaitu Dewa yang digambarkan bermuka dua sehingga ia bisa melihat ke depan dan ke belakang secara bersamaan. Kedua muka tersebut juga membuatnya dapat melihat ke masa lalu dan masa depan.
Pesta tahun baru 1 Januri pertama kali dirayakan oleh Julius Caesar pada tahun 45 SM, yaitu ketika ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ke-7 SM. Penanggalan dibuat dengan berpusat pada heliosentris, artinya mengikuti peredaran matahari. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari yang dimulai dari tanggal 1 Januari.
Lalu pada tahapan berikutnya, momentum ini juga dijadikan sebagai salah satu perayaan suci orang-orang kristen. Itulah sebabnya mengapa kalau ucapan Natal dan Tahun baru dijadikan satu atau yang biasa mereka tulis dengan Merry Christmas and Happy New Year (selamat hari natal dan tahun baru).
Dengan demikian meramaikan tahun baru bisa berdampak pada kondisi keimanan seseorang. Dalam hal ini secara tidak langsung dia telah mengagungkan hari kebesaran mereka. Kalaupun tidak demikian, maka minimal hatinya akan condong dan senang terhadap hari raya orang-orang kafir. Padahal umat Islam diperintahkan untuk bara’ (berlepas diri) dari syi’ar-syi’ar mereka.
Ibnu Aqil berkata, : Jika kamu hendak mengetahui bagaimana kondisi umat islam di suatu tempat, maka janganlah engkau melihat ketika ramainya mereka di pintu-pintu masjid atau kerasnya suara mereka ketika melafalkan “labbaika” (maksudnya ketika berhaji), akan tetapi lihatlah kondisi wala’ mereka (loyalitas mereka) kepada musuh-musuh islam
2. Menyerupai Orang-Orang Kafir (Tasyabbuh) :
Merayakan tahun baru berarti sama saja meniru-niru tradisi orang kafir. Jika umat Kristiani menggunakan lonceng untuk memanggil jama’ahnya ketika beribadah, orang Yahudi menggunakan terompet sementara orang Majusi menggunakan api, maka pada jam 00:00 WIB malam tahun baru semua model tersebut hadir dalam satu waktu. Lonceng berbunyi, terompet berbunyi, kembang api pun dinyalakan.
Sehingga benarlah sabda Rasulullah SAW :
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ » . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ « وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta." Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah SAW, Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi ? Beliau menjawab, Selain mereka lantas siapa lagi ? (HR. Bukhari No. 7319).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan : Tidak diragukan lagi bahwa umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani dalam sebagian perkara (Majmu’ Al Fatawa, 27:286)
Oleh karena itu, Rasulullah SAW mengingatkan para sahabatnya agar mereka menyelisihi Yahudi dan Nasrani dalam segala hal. Untuk beliau bersabda sbb :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Besarnya perhatian Rasulullah SAW dalam masalah ini, sehingga menyebabkan orang Yahudi berkata sbb :
مَا يُرِيْدُ هَذَا الرَجُلُ أَنْ يَدَعَ شَيْئًا مِنْ أَمْرِنَا إِلَّا خَالَفَنَا فِيْهِ
Apa yang diinginkan orang ini (maksudnya Rasulullah SAW), tidaklah ia meninggalkan sesuatu dari urusan kami, kecuali dia menyelisihi kita
3. Hura-Hura Penuh Maksiat :
Tahun baru selalu identik dengan kemaksiatan. Tidak hanya pesta kembang api, suara petasan atau terompet, namun lebih daripada itu, mayoritas masyarakat kita melewatinya dengan beragam bentuk kemaksiatan. Pesta yang berlangsung sampai larut malam itu tidak pernah sepi dari panggung-panggung kemasiatan. Campur baur antara laki-laki dan perempuan lumrah terjadi. Adanya pesta seks, minum minuman keras, bahkan narkoba sekalipun adalah kebiasaan yang sulit dipungkiri di malam tahun baru.
Jadi sangat lah wajar jika perayaan tersebut tidak diperolehkan karena demi mencegah umat dari pengaruh buruk yang lazim dilakukan oleh para pelaku maksiat. Karena pada prinsipnya, seorang mukmin wajib mencegah segala bentuk kemaksiatan dengan cara apapun yang sanggup ia lakukan, bukan malah larut bersama para pelaku maksiat.
Wallahu a’lam bis shawab !,
Semoga sekelumit tulisan ini bermanfaat dan berkah, aamiin YRA