MENGUPAS SURI TAULADAN KEPEMIMPINAN RASULALLAH[1]
M Ihsan
Dacholfany[2]
PENDAHULUAN
Topik yang dimintakan kepada saya
kali ini adalah kaitannya dengan kepemimpinan Rasulullah Saw. Saya akan mulai
dengan mengutip sebuah buku yang ditulis oleh Jeremie Kubicek (2011) , buku itu
berjudul Leadership is dead, how influence is reviving it[3].
Kalau kita terjemahkan buku itu menjelaskan bahwa kepemimpinan telah mati,
bagaimana pengaruh dihidupkan kembali.
Mengutip sebuah sya'ir...
INNAMAL MAR'U HADISAN BA'DAHU FA KUN
HADISAN HASANAN LIMAN WA'A.
Sesungguhnya manusia adalah cermin bagi
generasi berikutnya dan jadilah sebaik-baik cermin (teladan) bagi generasi
berikutnya..
Bahwa Sejatinya kisah hidup manusia akan menjadi cerita bagi orang orang
sesudahnya
Seperti halnya pepatah orang tua kita
dulu " Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan
belang, sedangkan manusia? manusia mati meninggalkan nama, meninggalkan teladan."
MENGAPA RASULULLAH YANG KITA PILIH
الْقَصَصِ بِمَآ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ هٰذَا الْقُرْاٰنَۖ
وَاِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الْغٰفِلِيْنَ اَحْسَنَ نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ
Kami menceritakan kepadamu (Muhammad)
kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya
engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui (Qs. Yusuf :
ayat 3)
Al Quran menegaskan bahwa Nabi Muhammad
SAW adalah teladan dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk
dalam hal kepemimpinan. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS al-Ahzab [33]:
21).
·
لقد كان لكم في
رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا
Nabi Muhammad SAW merupakan sosok
pemimpin yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan umat manusia. Hal
ini diakui oleh Michael Hart seorang penulis Barat dalam bukunya “The 100, a
Rangking of The Most Influential Persons in History”[4]. Dengan sangat obyektif ia
menempatkan Nabi SAW sebagai orang paling berpengaruh dalam sejarah.
Hal itu menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW
memiliki kecerdasan Memimpin dan manajerial yang tinggi dalam mengelola,
mengatur, dan menempatkan anggota masyarakatnya dalam berbagai posisi sesuai
kemampuannya, sehingga dapat mencapai tujuan utama, yaitu membangun masyarakat
madani yang berlandaskan nilai-nilai Ilahi.
Dalam menjalankan kepemimpinannya, Nabi Muhammad
SAW selalu mengedepankan akhlak mulia. Hal ini diakui oleh Husain bin Ali
sebagai cucu Nabi Muhammad SAW. Bahwa Nabi adalah pribadi yang menyenangkan,
santai dan terbuka, mudah berkomunikasi dengan siapa pun, lemah lembut dan
sopan, tidak keras dan tidak terlalu lunak, tidak pernah mencela, tidak pernah
menuntut dan menggerutu, tidak mengulur waktu dan tidak tergesa-gesa.
Orang-orang yang bersikap obyektif dari
kalangan non-muslim pun mengakuinya. Washington Irfing, seorang orientalis dan
salah seorang penulis besar Amerika yang menjadi kebanggaan Amerika Serikat dan
negara lain di abad sembilan belas Masehi, lahir tahun 1832 M di kota
Washington dan meninggal tahun 1892 M. Dia berkata, ”Muhammad adalah penutup
para nabi, rasul paling agung yang diutus oleh Allah SWT untuk menyeru manusia
kepada penyembahan kepada Allah.”
George Bernard Shaw, seorang Filosof
Inggris dan penulis alur cerita film di Inggris yang terkenal, lahir di
Irlandia, meraih Nobel di bidang sastra tahun 1920 M. Dia berkata, ”Aku telah
membaca kehidupan Rasul Islam dengan baik, berkali-kali dan berkali-kali, dan
aku tidak menemukan kecuali akhlak-akhlak luhur yang semestinya, dan aku sangat
berharap Islam menjadi jalan bagi dunia.” Dan masih banyak pengakuan non-Muslim
terkait keluhuran akhlak Nabi SAW (lihat dalam Pesona Akhlak dan Kekuatan
Pribadi Manusia Teragung Sepanjang Masa, karya Hisyam Muhammad Sa’id Barghisy,
alih bahasa Izzudin Karimi).
NABI
MUHAMAMD SEBAGAI RASULLAH YANG PATUT KITA CONTOH (TAULADAN)
Nabi Muhammad SAW memiliki rasa empati dalam
memimpin. Nabi Muhammad tidak pernah mencaci seseorang dan menegur karena
kesalahannya, tidak mencari kesalahan orang lain, tidak berbicara kecuali yang
bermanfaat. Kalau Nabi Muhammad berbicara, yang lain diam menunduk seperti ada
burung di atas kepalanya, tidak pernah disela atau dipotong pembicaraannya,
membiarkan orang menyelesaikan pembicaraannya, tertawa bersama mereka yang
tertawa, heran bersama orang yang heran, rajin dan sabar menghadapi orang asing
yang tidak sopan, segera memberi apa yang diperlukan orang yang tertimpa
kesusahan, tidak menerima pujian kecuali dari yang pernah dipuji olehnya (HR
Tirmidzi).
Nabi Muhamamd SAW mengedepankan
keteladanan (uswah hasanah) dalam memimpin. Dikisahkan dari Al Barra’ bin Adzib, ia berkata: “Kulihat beliau
mengangkuti tanah galian parit, hingga banyak debu yang menempel di kulit
perutnya. Sempat pula kudengar beliau bersabda, “Ya Allah, andaikan bukan
karena Engkau, tentu kami tidak akan mendapat petunjuk, tidak bershadaqah dan
tidak shalat. Turunkanlah ketenteraman kepada kami dan kokohkanlah pendirian
kami jika kami berperang. Sesungguhnya para kerabat banyak yang sewenang-wenang
kepada kami. Jika mereka menghendaki cobaan, kami tidak menginginkannya.”
Nabi Muhammad SAW adalah sosok pemimpin
yang mengedepankan kebersamaan. Nabi mengusulkan sebuah ide win-win solution
dalam penyelesaian masalah peletakkan hajar aswad. Direntangkannya sebuah kain
besar, kemudian hajar aswad diletakkan di bagian tengahnya, lalu beliau meminta
kepada setiap pemimpin kabilah untuk memegang ujung kain tersebut. Setelah itu,
hajar aswad disimpan ke tempat semula di Ka’bah. Dengan cara seperti itu, tidak
ada satupun kabilah yang merasa dirugikan, bahkan mereka sepakat untuk
menggelari beliau sebagai al-Amin (orang yang terpercaya).
Jadi, kekuatan akhlak inilah yang
menjadi pondasi dalam kepemimpinan Nabi SAW. Dan, Akhlak Nabi adalah Alquran.
Allah SWT menegaskan, ”Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang
agung.” (QS al-Qalam [68]: 4). Ketika Aisyah RA ditanya tentang akhlak Nabi
SAW, ia menjawab bahwa akhlak Nabi adalah Al-Quran (HR Muslim).
Tegas dan Bijak
Nabi Muhammad SAW sangat tegas dalam
masalah penegakan hukum. Tidak pernah menetapkan suatu hukum dengan rasa belas
kasihan, pilih kasih, atau tebang pilih. Tidak memihak kepada siapa pun, baik
pada pejabat pemerintahan, sahabat, masyarakat kecil maupun anggota keluarganya
sendiri, termasuk anaknya.
Hal itu ditunjukkan dengan sikap
tegasnya, “Demi Allah, andai Fatimah Putri Muhammad mencuri, niscaya aku potong
tangannya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Selain dikenal figur yang tegas, juga
dikenal sebagai sosok yang bijak dalam mengambil keputusan. Sebelum memutuskan suatu perkara, Nabi selalu memikirkannya
secara matang, dan mengacu kepada kaidah yang ditetapkan dalam Alquran.
Misalnya, pada saat beliau memutuskan sanksi rajam terhadap pelaku perzinahan.
Dalam Shahih Muslim diceritakan, suatu
waktu ada seorang wanita dari suku Ghamidiyyah menghadap Nabi Muhammad SAW. Dia
berkata, ”Ya Rasululah, sungguh aku telah berbuat lacur. Maka, aku mohon
bersihkanlah aku.” Nabi dengan arif menolak pengaduan tulus wanita tersebut.
Karena penasaran pertemuannya dengan
Nabi Muhamamd tidak membawa hasil, perempuan Ghamidiyyah kembali mendatangi
Nabi Muhamamd keesokan harinya seraya berkata, ”Ya Rasulullah mengapa
engkau tidak menjawab pengaduanku? Apa barangkali engkau meragukanku
sebagaimana engkau meragukan pengaduan Ma’iz ? Demi Allah, aku sekarang sedang
hamil.” Kali ini Nabi menjawab, ”Datanglah sesudah kamu melahirkan.”
Beberapa bulan kemudian, perempuan Ghamidiyyah
itu melahirkan anak yang dikandungnya, lalu dia menghadap Nabi Muhammad. Sambil
membawa serta si jabang bayi dalam gendongannya dia berkata, ”Rasulullah, aku
telah melahirkan.” Nabi menjawab dengan ramah, ”Pergilah kamu menyusui anakmu
hingga kamu menyapihnya.”
Setelah masa menyusui anaknya berakhir,
ia kembali menghadap Nabi. ”Wahai Nabi Allah, ini aku. Sekarang anakku telah
kusapih dan dia sudah bisa makan.” Berikutnya si anak yang masih kecil tersebut
diserahkan kepada seseorang dari kaum Muslimin dan akhirnya Nabi memutuskan
agar wanita tersebut dirajam, sebagai hukuman atas perbuatan zina yang
dilakukannya.
Demikian sebagian kunci sukses dalam
kepemimpinan Nabi SAW. Masih banyak lagi kunci sukses kepemimpinan Nabi Muhammad
lainnya yang tidak akan pernah habis untuk dikaji, yang seharusnya terus
digali, diperkenalkan, dan implementasikan di tengah bangsa yang sedang dilanda
krisis dalam kepemimpinan.
Atas keterbatasan pengetahuan
yang saya miliki, di dapatkan dari berbagai sumber, bahwa kriteria seorang
pemimpin yang baik seharusnya memiliki sifat-sifat atau karakter yang
baik, sebagaimana 4 sifat yang di miliki oleh Rasulullah, antara lain : Shidiq,
Amanah, Tabligh, Fathonah.
1.
Shidiq (selalu berkata benar)
Seorang
pemimpin harus berkata jujur, dalam arti segala apa yang dipikirkan, di ucapkan
harus sesuai dengan apa yang di lakukan.
2.
Amanah ( dapat di percaya)
Seorang
pemimpin adalah pemegang amanah, maka itu ia harus dapat menyampaikan amanah
dengan baik. Sebagai contoh kisah raja Fir'aun. Fir'aun seorang raja yang
seharusnya mensejahterakan kaumnya, namun justru sebaliknya. Ribuan orang
menjadi korban kekejamannya, dengan di paksa bekerja secara tidak manusiawi.
Bahkan hanya gara-gara ada kabar dari salah seorang penyihir yang mengatakan
kelak yang akan menggeser kedudukannya adalah seorang anak laki-laki, maka ia
memerintahkan kepada pengikutnya untuk membunuh setiap bayi laki-laki yang baru
lahir kala itu.
3.
Tabligh (menyampaikan)
Sebagai
contoh, seorang pemegang kekuasaan politik, wajib hukumnya untuk memiliki
ketrampilan mengkomunikasikan ide-ide yang tersusun dalam sebuah rencana yang
baik dan matang untuk dapat memaksimalkan potensi setiap warganya untuk
mencapai tujuan bersama.
4.Fathonah ( cerdas)
Kecerdasan yang
dimiliki seorang pemimpin, bukan hanya kecerdasan intlektual (IQ) semata, namun
lebih dari itu adalah kecerdasan yang bersifat majemuk yang menggabungkan
beberapa kecerdasan lainnya yang di miliki oleh manusia.
Contoh cerita di zaman
Nabi, pada saat Nabi dan para sahabat sedang berbincang-bincang di Masjid,
masuklah orang Badui secara tiba- tiba.
Mungkin karena ketidaktahuan atau memang sudah tak kuasa menahan buang air kecil,
orang tersebut
kemudian kencing di masjid. Bisa
di bayangkan masjid di jaman sekarang pasti berbeda dengan masjid pada jaman
Nabi. Spontan, para sahabat kemudian marah dan hendak menghardik orang Badui
tersebut. Namun dengan sikap tenang, Nabi kemudian memberi isyarat kepada
sahabatnya untuk kembali duduk dan membiarkan orang Badui tersebut meneruskan
buang air kecilnya. Setelah selesai baru Nabi memerintahkan kepada orang Badui
tersebut untuk menyiram dan membersihkan bekas air kencing tersebut baru
kemudian mengajaknya berdialog. Dari cerita tersebut menggambarkan betapa
cerdasnya Nabi dalam menghadapi situasi yang demikian mengundang emosi, hingga
atas kesadaran dan kekagumannya pada
sifat Nabi, orang Badui tersebut kemudian masuk Islam.
Itulah ke empat sifat
Nabi Muhammad SAW yang patut menjadi suri tauladan bagi ummatnya terutama
sebagai pemimpin. Ada lagi yang tidak boleh terlupakan dari ke empat sifat
Nabi, yaitu keteladanan (uswah) Nabi Muhammad SAW. Seperti halnya kita
berbicara, memberikan penjelasan dengan pembicaraan yang menggugah orang lain,
tentu banyak yang mampu melakukannya, tapi memberi tauladan yang baik dalam
berbagai bidang aktifitas tentu bukan pekerjaan yang mudah.
PENUTUP
Semoga Allah menganugerahkan negeri ini
pemimpin yang mau mempelajari dan meneladani kepemimpinan Nabi Muhammad SAW
agar dapat mengantarkan kepada kehidupan yang lebih baik, nyaman dan bahagia
dunia dan akhirat kelak. Amin.
REFERENSI
Al-Qur’an
dan Al-Hadists
Jeremie Kubicek, New York, Howard Book, 2011), h, 12
Michael H. Hart,
The 100,
a Rangking of The Most Influential Persons in History Jakarta, Pustaka Jaya, 1985
[1] Materi disampaikan pada kegiatan
IMM, NGEMIL DUKU (Ngebet Cari Ilmu, Dengan Ukhuwah Kita Utuh) Selasa 27 Juli
2021, melalui Meeet Zoom. 19.45 sd 21.30
[2] Adalah Guru Ngaji, di UM Metro,
IAIN Metro dan UIN Raden Intan, sekarang diamanahi menjadi Wakil rector bidang
AIK dan Kerjasama di Universitas Muhammadiyah Metro Lampung.
[3] Jeremie Kubicek, New York, Howard Book, 2011), h, 12
[4] Michael H. Hart,
The 100, a Rangking of The Most Influential Persons in History Jakarta, Pustaka Jaya,
1985
Tidak ada komentar:
Posting Komentar