DOSEN PROFESIONAL DAN ILMUWAN
1.
Pendahuluan
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan
pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi[2].
Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasi-kan, mengembangkan,
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat[3].
Dosen tetap adalah
dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap
pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Sementara itu sertifikat pendidik
adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada dosen sebagai
tenaga profesional[4].
Eksistensi dosen itu
sangat urgen dalam upaya mencapai harapan dan cita-cita yang telah dituangkan dalam visi, misi dan
tujuan pada perguruan tinggi. Maka sangat dibutuhkan adanya pembinaan kepada
seluruh dosen, terutama para dosen baru
dan masih muda yang masih membutuhkan arahan dan bimbingan serta nasehat
dalam usaha lebih memaksimalkan peran
serta mereka dalam pencapaian cita-cita perguruan tinggi.
Dosen merupakan
komponen yang paling esensial
dalam dunia pendidikan.
Dosen sebagai jantung perguruan tinggi yang sangat menentukan kualitas pendidikan dan alumni yang dilahirkan perguruan tinggi tersebut di samping
kualitas perguruan tinggi itu sendiri. Jika para dosennya berkualitas tinggi, maka kualitas perguruan
tinggi tersebut juga akan tinggi, demikian pula sebaliknya. Sebaik apapun
program dan rancangan pendidikan yang dicanangkan, jika tidak didukung dan dibantu oleh para dosen bermutu tinggi,
maka akan berakhir pada hasil yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan seperti visi
dan misi dalam sebuah perguruan tinggi.
Menurut Fathur Rokhman, Rektor Universitas Negeri Semarang
(Unnes) bahwa dosen mempunyai dua tugas
sebagai pendidik profesional dan ilmuwan. Sebagai pendidik profesional, dosen
harus memahami kurikulum berkompetensi dan konservasi, kreatif dan inovatif
dalam merancang pembelajaran, dapat mengembangkan materi ajar, serta mampu
mengevaluasi proses pembelajaran dan sebagai ilmuwan, dosen juga harus mampu
mengembangkan dan mengaplikasikan ilmunya di masyarakat sehingga dapat menjadi pendidik dengan reputasi di atas rata-rata,
SDM yang memiliki talenta, di samping itu, ada tiga kewajiban yang harus
dilakukan dosen dengan berusaha agar mampu menulis buku, membuat artikel di
jurnal internasional dan disertasi di seminar internasional[5]
Ada perbedaan
tugas antara guru dan dosen. Guru bertugas menyampaikan ilmu yang sudah ada
kepada siswa, profesi guru lebih menekankan kepada proses mendidik,
mengarahkan, membimbing dan mengevaluasi siswa, lebih utama guru SD/MI sebagai
pemberi pondasi dasar pendidikan bagi siswa, guru SD/MI mengajari siswanya yang
belum bisa menulis menjadi bisa menulis begitu juga membaca serta dari serta
dari yang belum mengenal angka menjadi mahir dalam berhitung.
Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang diberikan
masyarakat kepada seorang yang mengabdikan dirinya pada kegiatan penelitian
ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam
semesta, termasuk fenomena fisika, matematis dan kehidupan social dan stilah
ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali permasalahan
ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai
bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil penyelidikan
tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu
ada dipundaknya[6]
Professional mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang
menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam
mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya. Penyandangan dan penampilan
professional ini telah mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal.
Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan
untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi[7].
Syah menyebutkan bahwa profesonal (profesional) aslinya
adalah kata sifat dari kata profession yang berarti sangat mampu melakukan
pekerjaan. Sebagai kata benda profesional kurang lebih berarti orang yang
melaksanakan sebuah profesi dengan menggunakan profesien si sebagai mata
pencaharian. Sedangkan sanusi et al. menyatakan bahwa profesional menunjuk pada
dua hal, yaitu : pertama, orang yang menyandang suatu profesi. Kedua,
penampilan sesorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya
dalam pengertian kadua ini, istilah profesional di kontraskan dengan “ non-
profesional” atau” amatiran”[8]
Sedangkan
profesi dosen menekankan kepada mentranformasian dan pengembangan ilmu kepada mahasiswa
sehingga menghasilkan orang-orang yang profesional di bidangnya, maka dari itu
dosen juga mempunya tugas melakukan penelitian yang tujuannya untuk pengembagan
ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan zaman.Walaupun tedapat
perbedaan tugas utamanya, tetap saja guru dan dosen memiliki peran yang sama
yaitu menyampaikan ilmu kepada siswa atau mahasiswa yang dididik. Dalam dunia
kampus dikenal dengan istilah Guru Besar atau Profesor yang merupakan jabatan
fungsional tertinggi bagi dosen, maka dari wajar saja jika dosen disebut juga
guru dan juga ikut serta memperingati dan merayakan hari guru setiap tanggal 25
November.
Proses menuju kepada perwujudan
dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan (profesionalisasi), pendidik dan tenaga
pendidikan secara bertahap dapat mencapai standar tersebut. Hal itu ditegaskan
dalam kebijakan pemerintah dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005 yaitu
berpendidikan akademik S-1 atau D-IV dan telah lulus Sertifikasi Pendidikan.
Pada dasarnya profesionalisasi merupakan sutu proses berkesinambungan melalui
berbagai program pendidikan dalam jabatan.
Sanusi mengatakan bahwa seseorang yang
memiliki kemampuan untuk kerja secara baik yang ditunjang oleh pengetahuan
(kognitif), komitmen dan sikap (afektif) terhadap profesi, keterampilan
(psikomotor), serta sikap sosial yang baik, dimana ketiga hal tersebut dibentuk
melalui latihan khusus dan memakan waktu yang relatif lama. Dimana seluruh
kemampuan tersebut ditujukan bagi pelaksanaan dan pengembangan jenis pekejaan[9].
Sebagaimana yang diharapkan agar dosen
mempunyai kedudukan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan yang ditugaskan
sehingga mampu mentransformasikan,
mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui
pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat[10]. Peran strategis dosen sebagai
komponen dalam sistem pendidikan bukan hanya berfungsi mengantarkan mahasiswa
menjadi lulusan yang berkompeten, tetapi juga perlu mengangkat peran perguruan tinggi dalam pembangunan nasional
dan tentunya
meniscayakan ada peningkatan dalam hal pembelajaran dan pendidikan yang telah
menjadi tugas pokok dan fungsinya.
Dosen zaman sekarang
bukan lagi menjadi golongan ‘elit’ alias ekonomi sulit. Tetapi memang menjadi
golongan elit dalam strata kelompok masyarakat yang profesional dan bergaji
lumayan. Kalau dulu ‘dosen’ sering diplesetkan dengan kerjaannya satu ‘dos’ dan
penghasilannya satu ‘sen’. Namun sekarang, dosen setara dengan tenaga profesional
lainnya. Dosen setiap bulannya memperoleh gaji pokok, tunjangan fungsional dan
tunjangan profesi jika sudah lulus sertifikasi dosen. Bahkan jika dosen sudah
Guru Besar, akan memperoleh 2 kali gaji pokok pada setiap bulannya. Dosen
sebagai pendidik profesional tentunya meniscayakan ada peningkatan dalam hal
pembelajaran dan pendidikan yang telah menjadi tugas pokok dan fungsinya. Bukan
sebaliknya dengan gaji yang tinggi tetapi tidak ada korelasi positif dengan
peningkatan kualitas pembelajaran dan pendidikan[11]
Sejak lahirnya UU RI
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan PP RI Nomor 37 Tahun 2009
tentang Dosen, seorang dosen telah dipandang sebagai sebuah profesi. Karena
menjalankan dharma pada Perguruan Tinggi, maka pada diri dosen juga seorang
ilmuwan. Dosen yang profesional, yang juga seorang ilmuwan, sejauh
undang-undang menyatakan hal itu, hendak diposisikan sebagai sasaran kebijakan
mutu pendidikan tinggi yang hendak diselesaikan oleh pemerinbtah. Dosen
dianggap sebagai komponen terpenting pendidikan tinggi, yang dianggap sebagai
jalan yang tepat membantu para kaum muda untuk dapat menjadi insan yang
sempurna, yang memiliki ciri cerdas dan kompetitif[12],sebagaimana
harapan dunia pendidikanadalah menjadi pribadi atau sumber daya manusia yang
berkribadian luhur dan kukuh, pribadi
yang berimana dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk social yang
mampu memanfaaatkan mengelola dan menjaga kelestarian alam[13]
Dosen adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan oleh para
pendidik dan pekerjaan tersebut itu adalah sangat mulia dan
terhormat, dan Merujuk
pada Sistem pendidikan nasional, yang
secara garis besar menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tenaga pendidik
adalah semua pihak yang berperan dan bertugas menjalankan pengajaran, menilai
hasil belajar, penelitian, pengabdian masyarakat dan pendidikan baik sebagai
guru, dosen, konselor, staf pengajar, instruktur, tentor, pelatih,
widyaiswara,pamong belajar, fasilitator atau apapun sebutannya yang pada
prinsipnya sama dan tidak dibedakan satu dengan yang lain[14].
Walaupun masalah kesejahteraan bagi para pendidik sampai saat ini masih menjadi
permasalahan utama. Jika dalam konstitusi dicantumkan cita-cita tanah air untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, maka perwujudan cita-cita luhur tersebut saat
ini ditujukan bahwa pendidikan harus dapat meningkatkan daya saing bangsa
menuju bangsa yang bermartabat di pentas dunia, maka untuk menjadi dosen harus
mempunyai tanggungjawab yang besar dalam pelaksanaan proses belajarmengajar
untuk membina dan mengembangkan potensi mahasiswa guna mencapai tujuan Perguruan Tinggi. Pada gilirannya lulusan Perguruan Tinggi berpengaruh besar pada masa depan bangsa. Hal
ini tersurat dalam persyaratan untuk menjadi dosen yakni : Beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan YME Berwawasan Pancasila dan UUD 1945. memiliki kualifikasi sebagai tenaga
pengajar dan mempunyai
moral dan integritas yang tinggi
serta memiliki
rasa tanggungjawab yang besa terhadap masa depan bangsa dan negara[15].
Kebijakan kebijakan yang menyangkut
profesionalisasi pendidik dan tenaga pendidik diantaranya : Undang- Undang
Sisdiknas No 20 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen, berbagai peraturan pemerintah
(PP), berbagai Peraturan Mentri (Permen), Peraturan Daerah (Perda) dan Surat
Keputusan Kepala Dinas Pendidikan.
II. Tujuan dan Fungsi
Pendidikan Tinggi
Sebaga lembaga pendidikan tinggi yang ada di Indonesia, maka harus bertujuan
untuk:
a. Mengembangkan potensi mahasiswa agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
berakhlak mulia;
b.
Menghasilkan
lulusan yang menguasai bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang dipelajari
serta mampu mengaplikasikan dalam peningkatan daya saing bangsa serta memiliki
sikap toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran
untuk kepentingan nasional;
c.
Menghasilkan
karya penelitian dalam bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang bermanfaat
bagi kemaslahatan bangsa, negara, dan umat manusia[16].
Sedangkan fungsi Pendidikan Tinggi disebutkan berfungsi membentuk dan
mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta sikap kooperatif
mahasiswa melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi yaitu: a. dharma
pendidikan b. dharma penelitian; dan c. dharma pengabdian kepada masyarakat[17].
Pendidikan yang berkualitas baik secara filosofis-teosentris maupun
teknis-praktis akan meningkatkan kualias yang utuh bagi pendidikan nasional,
oleh karena itu pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, masyarakat
dan kita semua[18].
Pendidikan diharapkan
mampu mendorong terciptanya masyarakat ysng tertib, teratur, ramah tamah,
mengutamakan kebersamaan, gotong royong dengan memperhatikan prinsip-prinsip
toleransi dan kesantunanan juga dikembangkan melalui sikap saling memahami, saling kerjasama dan saling
menitipkan diri[19].
Pendidikan yang bermutu
tidak hanya dilihat dari mutu lulusannya, tetapi juga mencakup bgaimana lembaga
pendidikan yan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan standar mutu lmuan
pelanggan eksternal (peserta didik, orang tua, masyarakat dan pemakai lulusan) [20]
Mencermati tujuan dan
fungsi pendidikan tinggi selama ini, di atas kertas memang ideal dan baik
sekali. Namun realitasnya belum menunjukkan bukti yang mengembirakan.Banyak
anomali-anomali terhadap tujuan dan fungsi yang ideal.Mencermati tujuannya
benarkah perguruan tinggi sudah mengembangkan potensi mahasiswa menjadi
beriman, bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia ? benarkah perguruan
tinggi sudah mencetak mahasiswa yang menguasai ilmu, pengetahuan, seni dan
teknologi? benarkah perguruan tinggi sudah menghasilkan penelitian dan Sumber Daya Manusia \yang bermanfaat bagi
nusa, bangsa dan Negara.
III. Langkah Menjadi Dosen Profesional dan Ilmuwan
Hasil penelitian dari Harvard
University Amerika Serikat yang mengagetkan dunia pendidikan di
Indonesia di mana
menurut penelitian tersebut, kesuksesan seseorang tidak
ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skill),
tetapi oleh keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Bahkan, penelitian
ini mengungkapkan, bahwa
kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% dengan hard skill dan
sisanya 80% dengan soft skill. Hal ini diperkuat sebuah buku berjudul
Lesson From The Top karangan Neff dan Citrin (1999) yang memuat sharing
dan wawancara terhadap 50 orang
tersukses di Amerika.
Mereka sepakat bahwa yang paling menentukan kesuksesan
bukanlah keterampilan teknis melainkan kualitas diri yang termasuk dalam
keterampilan lunak (soft skills) atau keterampilan berhubungan dengan
orang lain (people skills)[21].
Natawijaya (1989;2001:2) mengemukakan ada enam ciri dari suatu profesi,
yaitu :
1.
Ada
standar Kinerja yang baku dan jelas.
2.
Ada
lembaga pendidikan yang khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program dan
jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memadai dan
bertanggung jawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profedi
tersebut.
3.
Ada
organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan dan
memperjuangkan eksistensi dan kesejahtraannya.
4.
Ada
etika dan kode etik yang mengatur perilaku etik para pelakunya dalam
memperlakukan kliennya.
5.
Ada
sistem imbalan terhadap jasa layanan yang adail dan baku.
6.
Ada
pengakuan masyarakat (profesional, petugas, dan awam) terhadap pekerjaan itu
sebagai profesi.[22]
Sahertian mengemukakan dalam kriteria profesi yang
meliputi :
a.
Jabatan tersebut
harus merupakan suatu pelayanan yang khas dan esensial, serta dengan jelas dapt
dibedakan dari jabatan-jabatan lain (A
unique, definite, and essential service).
b.
Untuk pelaksanaan
tidak sekedar diperlukan keterampilan (skill),
melaikan diperlukan pula kemampuan inteltual (An emphasis upon intellectual techniques in performing igts service).
c.
Diperlukan suatu
masa studi dan latiah khusus yang cukup lama (A long priode of specialized service).
d.
Para praktisnya,
secara induvidual maupun kelompok, memiliki otonomi dalam bidang (A broad range of outonomy for both the
individual paracticooners and the occupational group as whole).
e.
Tindakan dan
keputusan dapat diterima oleh praktisi yang bertanggung jawa (An acceptance by the practioner of broad
personal rsponsibility for judgment made and act performed within the scope of
profesional autonomy).
f.
Pelayanan tersebut
tidak semata-mata untuk kepentingan ekonomis (An emphasis upon the service to be rendered, rather than economic gain
to the practioners, as the basis for the organization and performance of the
social service delegated to the occupational group).
g.
Para praktisinya memiliki suatu organisasi profesonl yang
berdiri sendiri (Acomprehensive self-governing organizational of practioners).
h.
Mereka memiliki satu kode etik – yaituh seperngkat
aturan/nilai – yang jelas dan tandas yang mengikat para praktisinya (A
code of ethics which has been clarified and interpreted at cmbiguous and
doubtful point by concrete cases[23]).
Kesulitan
utama yang dihadapi para professional pendidikan sekarang ini adalah
ketidakmampuan menghadapi “sistem yang
gagal” sehingga menjadi tabir bagi para professional pendidikan itu untuk mengembangkan dan menerapkan proses baru
pendidikan yang akan memperbaiki mutu pendidikan[24]
Secara umum ada
beberapa langkah yang bisa ditempuh guna menuju terwujudnya dosen yang
profesional, antara lain:
a.
Melaksanakan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
b.
Dalam
mewujudkan
Tri Dharma, maka harus
menempuh studi lanjut (S2 dan S3).
c.
Budaya
baca (tambah ilmu
baru dan informasi mutakhir.
d.
Menciptakan
iklim akademik dan budaya ilmiah (Forum atau Unit).
e.
Mengikuti berbagai forum ilmiah seperti
diskusi, seminar, baik sebagai penyaji materi, moderator, maupun sebagai peserta.
f.
Membiasakan
menulis makalah, artikel di jurnal, majalah ilmiah, media massa maupun buku
teks) sehingga mampu mengaplikasikan
ilmu
g.
Menambah
buku perpustakaan
pribadi.
h.
Menjadi
pengurus atau anggota organisasi profesi sesuai dengan disiplin ilmunya.
Menurut
R.D. Lansbury dalam Profesionals and
Management dalam Sudarman Danim dalam konteks profesionalisasi, istilah
profesionalisasi dapat dijelaskan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan
karakteristik, pendekatan institusional, dan pendekatan legalistik. Pendekatan
Karakteristik maksudnya Pendekatan ini memandang bahwa profesi mempunyai
seperangkat elemen inti yang membedakannya dengan pekerjaan yang lain. Seorang
penyandang profesi dapat disebut profesional manakala elemen-elemen inti
menjadi bagian integral dalam kehidupannya, Pendekatan institusional memandang
bahwa profesi dari segi proses institusional atau perkembangan asosiasional.
Maksudnya adalah kemajuan suatu pekerjaan ke arah pencapaian status ideal suatu
profesi dilihat atas dasar tahap-tahap yang harus dilalui untuk melahirkan
proses pelembagaan suatu pekerjaan menuju profesi yang sesungguhnya, Pendekatan
legalistik yaitu pendekatan yang menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi
oleh Negara atau pemerintah. Suatu pekerjaan disebut profesi jika dilindungi
undang-undang atau produk hokum yang ditetapkan pemerintah suatu Negara[25].
IV. Komptensi
Dosen Yang Profesional dan Keilmuwan
Sebagai dosen yang profesional dan ilmwuan haruslah
mempunyai Kompetensi
yang harus
dimiliki, yaitu Kompetensi Profesional, Kompetensi Mengajar (Pedagogik),
Kompetensi Kepribadian (Personaliti), Kompetensi Sosial, Oleh karena itu,
selain terampil mengajar, seorang pendidik juga memiliki pengetahuan yang luas,
bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik [26]. Maksud dari
kompetensi tersebut adalah Kompetensi Profesional, yakni, keluasan wawasan
akademik dan kedalaman pengetahuan dosen terhadap materi keilmuan yang
ditekuninya dan Kompetensi Pedagogik,
adalah penguasaan dosen pada berbagai
macam pendekatan, metode, pengelolaan kelas, dan evaluasi pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik materi dan perkembangan mahasiswa, sedangkan kompetensi
kepribadian, yakni, kesanggupan dosen untuk secara baik menampilkan dirinya sebagai teladan dan
memperlihatkan antusiasme dan kecintaan terhadap profesinya dan terakhir adalah
Kompetensi sosial, yakni, kemampuan dosen untuk menghargai kemajemukan, aktif
dalam berbagai kegiatan sosial, dan mampu bekerja dalam team work.
V. Ciri-ciri Dosen Profesional dan Ilmwuan
Untuk menjadi dosen yang profesional adalah harapan dan impian setiap dosen dalam rangka meningkatkan harga dirinya sebagai
manusia. Ia bekerja di perguruan tinggi yang sering disebut sebagai garda ilmiah, tempat bersemai dan
berkembang ilmu pengetahuan. dosen dianggap sebagai peneliti yang mengajar. Ia
meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan ia juga mengajar atau mendidik
calon-calon praktisi dan ilmuwan yang akan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
menerapkan hasil-hasil penelitian untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang
ada di masyarakat.
Ilmuwan memiliki
beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang dianut serta dalam
perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan sebagai profesi. Untuk
itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah wibawa ilmu. Karena ilmu merupakan
alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran. Seorang ilmuwan
tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi atau pun pragmatis,
kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan
kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah penghayatan
terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus menjadi
pilihan juga sekaligus junjungan utama[27]
Kewajiban batiniah seorang ilmuwan ialah memberikan sumbangan
pengetahuan baru yang benar saja ke kumpulan pengetahuan benar yang sudah ada,
walaupun ada tekanan-tekanan ekonomi atau sosial yang memintanya untuk tidak
melakukan hal itu, karena tanggung jawabnya ialah memerang ketidaktahuan,
prasangka dan mitos di kalangan manusia mengenai alam semesta ini. Adapun
pedoman kerja yang disepakati dan harus diikuti para ilmuwan ialah :1.
Bekerjalah dengan jujur. 2. Jangan sekali-sekali memanipulasi data.3. Selalulah
bertindak tepat, teliti dan cermat.4. Berlakulah adil terhadap pendapat orang
lain yang muncul terlebih dahulu..5. Jauhilah pandangan berbias terhadap data
dan pemikiran ilmuwan lain.Jangan berkompromi tetapi 6. Usahakanlah
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan tuntas. 7. Perlunya Etika.8. Ketaatan
Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.[28]
Adapun di antara ciri-ciri dosen yang
profesional dan ilmuwan adalah :a. Kepribadian Yang Kuat,
b.Komitmen, c.Menguasai Materi Kuliah Yang
Dipegangnya, d. Ketrampilan
Berinteraksi, e. Fleksibilitas, Kreativitas, Keterbukaan, f. Mempunyai Antusiasme Yang Dinamis, g. Siap dan Terorganisir, h. Kemampuan Berkomunikasi, i. Gaya Mengajar Yang Merangsang
Belajar, selain itu tenaga pengajar yang antusias dan berminat untuk memperoleh
pengetahuan dan latihan lebih jau dalam segala bidang[29]
Sedangkan menurut Sukmadinata ada 10 ciri suatu profesi (, 2000:191) yaitu :
1. Memiliki fungsi dan signifikan
sosial.2.Memiliki keahlian/keterampilan tertentu.3.Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori
dan metode ilmiah.4.Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas.5. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang
cukup lama.6. Aplikasi
dan sosialisai nilai-nilai profesional. 7.Memiliki kode etik .8.Kebebasan untuk memberikan judgemt dalam memesahkan
masalah dalam lingkungan kerja.9.Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi.10.Adanya pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan
profesinya[30].
VI. Syarat
Menjadi Dosen Yang Profesional dan ilmuwan.
Dosen adalah pengajar, maka
diharapkan dapat mengajar yang baik sehingga dapat menjadi dosen Profesional
dan ilmuwan, tentukan dibutuhkan persyaratan antara lain :
a.
Mengajar yang baik merupakan gabungan dari
kesenangan (passion) dan penalaran (reason).
Mengajar yang baik bukan hanya tentang bagaimana memotivasi mahasiswa agar mau
belajar tetapi mengajar mereka bagaimana belajar dengan baik sehingga apa yang
dipelajari menjadi relevan, memiliki arti, dan dikenang dengan baik. Prof.
Leblanc mengibaratkan bahwa memperlakukan mahasiswa (dalam hal mengajar dan
mendidik) sama persis dengan bagaimana kita berbuat memperlakukan sesuatu benda
yang kita senangi. Dosen harus memperlihatkan suatu antusiasme dan kasih sayang
dan kemudian membagikannya kepada mahasiswanya.
Cara dosen mengajar menjadi role model bagi para mahasiswanya[31].
b.
Mengajar yang baik harus menjadikan
mahasiswa sebagai konsumen atau klien dari ilmu pengetahuan yang kita jual
(artinya kita menganggap bahwa mahasisiwa adalah konsumen yang harus kita treat
agar mereka mau membeli apa yang kita tawarkan).
c.
Mengajar
yang baik adalah kesediaan mendengarkan, mempertanyakan, menyikapi dengan
responsif, dan memahami bahwa setiap individu mahasiswa dari setiap kelas
adalah suatu pribadi yang unik dan berbeda. Yang sama dari setiap individu
mahasiswa hanyalah dalam tujuan akhirnya, yaitu mendapatkan ilmu pengetahuan
dan pendidikan yang berkualitas sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan
mereka setelah lulus dari pendidikannya. Menurut Leblanc, seorang pengajar
(dosen) yang baik harus dapat mendorong mahasiswa mencapai keunggulan, dan
secara bersamaan mahasiswa juga harus dapat menjelma menjadi seorang pribadi
yang yutuh, memiliki rasa hormat kepada sesama, dan selalu menjadi seorang yang
profesional. Dengan demikian, bukanlah sebuah sikap yang baik jika seorang
dosen hanya berdiri di depan kelas, menyampaikan materi ajar secara ‘kering’,
tanpa pernah menyisipkan soal etika dan moral (al-Akhlak al-Karimah), baik yang berkaitan dengan penerapan ilmu
yang diajarkannya maupun etika dan moral secara umum.
d.
Menjadi
pengajar yang baik bukan hanya dibuktikan dengan memiliki program kerja
(agenda) yang tersusun rapih dan secara ketat mengikuti agenda tersebut (rigid). Sebaliknya, dosen haruslah
bersikap fleksibel, fluid (tidak
kaku), selalu bersedia untuk mencoba hal-hal baru (experimenting), dan memiliki kepercayaan diri untuk merespons dan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah.
Menurut Leblanc, sebagus apa pun agenda kerja yang disusun, di kelas, paling banyak hanya 10% yang dapat tercapai. Seorang pengajar yang baik harus bersedia untuk mengubah silabus dan memanage jadwal perkuliahannya jika di tempat lain diketahuinya ada hal-hal yang lebih baik[32].
Menurut Leblanc, sebagus apa pun agenda kerja yang disusun, di kelas, paling banyak hanya 10% yang dapat tercapai. Seorang pengajar yang baik harus bersedia untuk mengubah silabus dan memanage jadwal perkuliahannya jika di tempat lain diketahuinya ada hal-hal yang lebih baik[32].
e.
Mengajar
yang baik juga berkaitan dengan cara atau gaya (style). Mengajar di kelas harus juga merupakan suatu ‘pertunjukkan’
yang menarik, bukan hanya berdiri di podium dengan tangan yang seolah melekat
ke meja podium atau pandangan yang hanya tertuju ke layar (jika itu pun sudah
menggunakan alat bantu OHP atau LCD). Mengajar di depan kelas bagi seorang
dosen adalah bekerja, dan mahasiswa
f.
Mengajar yang baik harus mengandung unsur humor (jenaka).
Artinya, dalam mengajar, seorang dosen harus menyisipkan humor-humor, yang akan
sangat berguna untuk mencairkan (ice-breaking)
suasana kelas yang kaku. Harus disadari bahwa mahasiswa adalah manusia yang
datang ke kelas dengan kondisi yang berbeda-beda, dengan permasalahannya
masing-masing, baik yang muncul hari itu maupun yang sudah dimilikinya
berhari-hari atau berbulan-bulan yang lalu. Kelas yang kaku dan terlalu serius
akan sangat membosankan. Menurut
sumber lain, contohnya Barbara Gross Davies[33]
jika pun atmosfir kelas mendukung, mahasiswa hanya penuh perhatian terhadap
materi perkuliahan sampai maksimal 20 menit pertama saja. Untuk itu, dosen
harus berusaha semaksimal mungkin untuk memasukkan teknik-teknik jenaka untuk
menarik kembali perhatian mahasiswa terhadap materi perkuliahan.
g.
Mengajar
yang baik adalah memberikan perhatian, membimbing, dan mengembangkan daya pikir
serta bakat para mahasiswa. Mengajar yang baik berarti mengabdikan atau
menyediakan waktu kita bagi setiap mahasiswa.
h.
Mengajar
yang baik harus didukung oleh kepemimpinan yang kuat dan visioner serta oleh
institusi yang juga mendukung, baik dalam sumberdayanya, personalianya, maupun
dananya. Mengajar yang baik harus merupakan penggambaran dari pelaksanaan visi
dan misi institusi yang selalu harus diperbaiki dan diperbaharui, bukan hanya
dalam perkataan tetapi juga dalam perbuatan.
i.
Mengajar yang baik adalah tentang
pembimbingan (mentoring) yang dilakukan oleh dosen senior kepada dosen yunior,
tentang kerjasama, dan kemudian kinerjanya dapat dikenali dan dihargai oleh
seorang penilai / pimpinan, sementara mereka yang mengajarnya masih kurang
baik, sudah sepatutnya mereka mendapatkan berbagai progam pelatihan dan pengembangan
(ada Pusat Pelatihan dan Pengembangan
Aktivitas Instruksional).
j.
Akhirnya, mengajar yang baik adalah
memiliki kesenangan, dan kenikmatan batin, yaitu ketika mata kita menyaksikan
bagaimana mahasiswa kita menyerap ilmu yang kita berikan, bagaimana pemikiran
mahasiswa menjadi terbentuk, sehingga mahasiswa kemudian menjadi orang yang
lebih baik.
Seorang pengajar yang baik akan melakukan tugasnya bukan semata karena uang atau karena sudah merupakan kewajibannya, tetapi karena ia menikmati pekerjaannya, dan karena ia menginginkan pekerjaannya itu. Seorang pengajar yang baik tidak dapat membayangkan ia akan dapat melakukan hal atau pekerjaan lain selain mengajar dan mengajar.
Seorang pengajar yang baik akan melakukan tugasnya bukan semata karena uang atau karena sudah merupakan kewajibannya, tetapi karena ia menikmati pekerjaannya, dan karena ia menginginkan pekerjaannya itu. Seorang pengajar yang baik tidak dapat membayangkan ia akan dapat melakukan hal atau pekerjaan lain selain mengajar dan mengajar.
VII. Penutup.
Demikianlah
beberapa hal yang berkaitan dengan dosen professional. Namun yang perlu
diingatkan sekali lagi ialah bukan mendahulukan hak, tetapi yang lebih penting
ialah keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi dengan hak yang akan
diterima
Di antara beberapa hal
yang sangat perlu diketahui oleh seluruh dosen ialah: Dosen adalah pendidik
profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan,
dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Dan dosen tetap adalah
dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap
pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Sementara itu sertifikat pendidik
adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada dosen sebagai
tenaga profesional.
Untuk menjadi dosen Profesional dan ilmuwan harus mempunyai tanggungjawab yang besar dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar, Penelitan dan Pengabdian Masyarakat dalam
rangka untuk membina dan mengembangkan
potensi mahasiswa dan kemajuan kampus dalam
mencapai tujuan, Visi dan Misi Perguruan Tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara
Gross Davies, Tools for Teaching, Jossey-Bass
Publishers, 1993
M
Ihsan Dacholfany, Tinjauan Awal Analisis SWOT Pada Program Sekolah Kejuruan, Jurnal Ilmiah IAI Al-Ghurobaa, Jakarta, 2010
M
Ihsan Dacholfany, Manajemen Mutu
Pembelajaran di Lembaga Pendidikan Islam, Jurnal akadimika, STAIN Jurai Siwo, Metro Lampung,
2010
M Ihsan Dacholfany, Pendidikan karakter di Pondok Pesantren, Jurnal
Lentera Tarbiyah STAI Bani Saleh,
Bekasi ,2011
M Ihsan Dacholfany, Manajemen Mutu Pendidikan dan Kepemimpinan Pendidikan, Jurnal
Manajemen Pendidikan, Nusantara Education Review, Bandung, 2010
M Ihsan Dacholfany, Revitalisasi Perguruan Tinggi dalam
membangun Peradaban, Prosiding,;
Seminar Nasional Peran Perguruan Tinggi Dalam tajdid Ilmu dan Peradaban, LEMLIT
UM Metro, 2013.
Natawidjaya,
Standar profesi guru, PPS UPI,
Bandung , 2002.
Sanusia ,A. et al., Studi pengembangan model pendidikan
profesional tenaga kependidikan , Depdik bud – IKIP Bandung, 1991.
Syah,
M, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan
Baru.. Bandung Rosda Karya, .2001
Sudarwan
Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya
Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia,
2002
Sukmadinata,
N.S,
Pengembangan kurikulum -teori dan praktek , Bandung: Rosda Karya, 2000
Sahertian,
Supervisi pendidikan dalam rangka in
service education, Jakarta:Rineka cipta. 1990,
Undang-Undang No. 14
Th. 2005 dan UU
No. 2/1989 dan PP No. 30/1990
UU Nomor
14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Ayat 2UU
No. 23 tahun 2003 pasal 1 dan pasal 39 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
RUU Pendidikan Tinggi
pasal 3 dan pasal 4 ayat 1
INTERNET
Noor.walisongo.ac.id/?op=informasi&sub=2&mode=detail&id=165&page=1
http://ishomyusqi.com/dosen-adalah-pendidik-profesional-dan-ilmuwan/. 2012
[1] Dosen Universitas Muhammadiyah Metro dan STAIN Jurai Siwo
[3] UU No 14 Tahun 20105 Pasal 1
[6] http://arya0809.wordpress.com
tanggung-jawab-ilmuwan-/2013/01/05/
[7] Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2002, h. 897
[8]
Syah, M, Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru.. Bandung Rosda Karya, .2001, 24
[9] Sanusia ,A. et
al., Studi pengembangan model pendidikan
profesional tenaga kependidikan , Depdik bud – IKIP Bandung, 1991, h.34
[13]M Ihsan Dacholfany, Pengambilan Keputusan Dalam Rangka
Menciptakan Inovasi di bidang Pendidikan, Jurnal Adz- Dzikri, 2013, h.20
[18] M Ihsan Dacholfany, Revitalisasi Perguruan Tinggi dalam
membangun Peradaban, Prosiding,;
Seminar Nasional Peran Perguruan Tinggi Dalam tajdid Ilmu dan Peradaban, LEMLIT
UM Metro , 2013, h.59
[19] M Ihsan Dacholfany, Pendidikan karakter di PondokPesantren, Jurnal
Lentera Tarbiyah STAI Bani Saleh,
2011, h.142
[20] M Ihsan Dacholfany, Manajemen Mutu Pendidikan dan Kepemimpinan
Pendidikan, Jurnal Manajemen Pendidikan, Nusantara Education
Review, 2010, h.17
[21] Muqawim, Modul
Pengembangan Sof Skil GPAI, Kementrian Agama RI, 2011. h. 13-14.
[22] Natawidjaya, Standar profesi guru, PPS UPI.
Bandung , 2002, h.2
[23] Sahertian, Supervisi
pendidikan dalam rangka in service education, Jakarta:Rineka cipta. 1990, h.9-10
[24] M Ihsan Dacholfany, Manajemen Mutu Pembelajaran di Lembaga
Pendidikan Islam, Jurnal akadimika,, STAIN Jurai Siwo, 2010, h.113
[25]Sudarwan Danim.,
Inovasi Pendidikan Dalam Upaya
Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.,
2002, h.23
[27] http://arya0809.wordpress.com/2013/01/05/
[28] http://arya0809.wordpress.com/2013/01/05/
[29] M Ihsan Dacholfany, TinjauanAwal Analisi SWOT. Pada Program
Sekolah Kejuruan, Jurnal Ilmiah IAI Al-Ghurobaa, 2010, h.66.
[30]
Sukmadinata, N.S, Pengembangan kurikulum -teori dan praktek , Bandung: Rosda Karya, 2000, h.191
[31]
zan-sher.blogspot.com/2012/04/cara-menjadi-penggajar-yang-baik.html, Rabu, 11 April 2012
[32] zan-sher.blogspot.com/2012/04/cara-menjadi-penggajar-yang-baik.html,
Rabu, 11 April 2012
[33] Jossey,
Tools for Teaching, Bass Publishers,
1993, p.43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar