Kamis, 11 Februari 2016

DOSEN PROFESIONAL DAN ILMUWAN M. Ihsan Dacholfany


DOSEN  PROFESIONAL DAN ILMUWAN
                      M. Ihsan Dacholfany[1]


1.    Pendahuluan
Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi[2].
Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 
Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasi-kan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat[3].
Dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Sementara itu sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada dosen sebagai tenaga profesional[4].
Eksistensi dosen itu sangat urgen dalam upaya mencapai harapan dan cita-cita  yang telah dituangkan dalam visi, misi dan tujuan pada  perguruan tinggi.  Maka  sangat dibutuhkan adanya pembinaan kepada seluruh dosen, terutama para dosen  baru dan masih muda yang masih membutuhkan arahan dan   bimbingan serta nasehat dalam usaha lebih memaksimalkan peran  serta mereka dalam  pencapaian cita-cita perguruan tinggi.
Dosen  merupakan komponen yang paling esensial dalam dunia pendidikan. Dosen sebagai jantung perguruan tinggi yang sangat menentukan kualitas pendidikan dan alumni yang dilahirkan perguruan tinggi tersebut di samping kualitas perguruan tinggi itu sendiri. Jika para dosennya berkualitas tinggi, maka kualitas perguruan tinggi tersebut juga akan tinggi, demikian pula sebaliknya. Sebaik apapun program dan rancangan pendidikan yang dicanangkan, jika tidak didukung dan dibantu oleh para dosen bermutu tinggi, maka akan berakhir pada hasil yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan seperti visi dan misi dalam sebuah perguruan tinggi.
Menurut Fathur Rokhman, Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) bahwa  dosen mempunyai dua tugas sebagai pendidik profesional dan ilmuwan. Sebagai pendidik profesional, dosen harus memahami kurikulum berkompetensi dan konservasi, kreatif dan inovatif dalam merancang pembelajaran, dapat mengembangkan materi ajar, serta mampu mengevaluasi proses pembelajaran dan sebagai ilmuwan, dosen juga harus mampu mengembangkan dan mengaplikasikan ilmunya di masyarakat sehingga dapat menjadi  pendidik dengan reputasi di atas rata-rata, SDM yang memiliki talenta, di samping itu, ada tiga kewajiban yang harus dilakukan dosen dengan berusaha agar mampu menulis buku, membuat artikel di jurnal internasional dan disertasi di seminar internasional[5]
Ada perbedaan tugas antara guru dan dosen. Guru bertugas menyampaikan ilmu yang sudah ada kepada siswa, profesi guru lebih menekankan kepada proses mendidik, mengarahkan, membimbing dan mengevaluasi siswa, lebih utama guru SD/MI sebagai pemberi pondasi dasar pendidikan bagi siswa, guru SD/MI mengajari siswanya yang belum bisa menulis menjadi bisa menulis begitu juga membaca serta dari serta dari yang belum mengenal angka menjadi mahir dalam berhitung.
Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang diberikan masyarakat kepada seorang yang mengabdikan dirinya pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam semesta, termasuk fenomena fisika, matematis dan kehidupan social dan stilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada dipundaknya[6]
Professional mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya. Penyandangan dan penampilan professional ini telah mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi[7].
Syah menyebutkan bahwa profesonal (profesional) aslinya adalah kata sifat dari kata profession yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Sebagai kata benda profesional kurang lebih berarti orang yang melaksanakan sebuah profesi dengan menggunakan profesien si sebagai mata pencaharian. Sedangkan sanusi et al. menyatakan bahwa profesional menunjuk pada dua hal, yaitu : pertama, orang yang menyandang suatu profesi. Kedua, penampilan sesorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya dalam pengertian kadua ini, istilah profesional di kontraskan dengan “ non- profesional” atau” amatiran”[8]
Sedangkan profesi dosen menekankan kepada mentranformasian dan pengembangan ilmu kepada mahasiswa sehingga menghasilkan orang-orang yang profesional di bidangnya, maka dari itu dosen juga mempunya tugas melakukan penelitian yang tujuannya untuk pengembagan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan zaman.Walaupun tedapat perbedaan tugas utamanya, tetap saja guru dan dosen memiliki peran yang sama yaitu menyampaikan ilmu kepada siswa atau mahasiswa yang dididik. Dalam dunia kampus dikenal dengan istilah Guru Besar atau Profesor yang merupakan jabatan fungsional tertinggi bagi dosen, maka dari wajar saja jika dosen disebut juga guru dan juga ikut serta memperingati dan merayakan hari guru setiap tanggal 25 November.
Proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (profesionalisasi), pendidik dan tenaga pendidikan secara bertahap dapat mencapai standar tersebut. Hal itu ditegaskan dalam kebijakan pemerintah dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005 yaitu berpendidikan akademik S-1 atau D-IV dan telah lulus Sertifikasi Pendidikan. Pada dasarnya profesionalisasi merupakan sutu proses berkesinambungan melalui berbagai program pendidikan dalam jabatan.
Sanusi mengatakan bahwa  seseorang yang memiliki kemampuan untuk kerja secara baik yang ditunjang oleh pengetahuan (kognitif), komitmen dan sikap (afektif) terhadap profesi, keterampilan (psikomotor), serta sikap sosial yang baik, dimana ketiga hal tersebut dibentuk melalui latihan khusus dan memakan waktu yang relatif lama. Dimana seluruh kemampuan tersebut ditujukan bagi pelaksanaan dan pengembangan jenis pekejaan[9].
Sebagaimana yang diharapkan agar dosen mempunyai kedudukan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan yang ditugaskan sehingga mampu  mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat[10]. Peran strategis dosen sebagai komponen dalam sistem pendidikan bukan hanya berfungsi mengantarkan mahasiswa menjadi lulusan yang berkompeten, tetapi juga perlu mengangkat peran  perguruan tinggi dalam pembangunan nasional dan tentunya meniscayakan ada peningkatan dalam hal pembelajaran dan pendidikan yang telah menjadi tugas pokok dan fungsinya.
Dosen zaman sekarang bukan lagi menjadi golongan ‘elit’ alias ekonomi sulit. Tetapi memang menjadi golongan elit dalam strata kelompok masyarakat yang profesional dan bergaji lumayan. Kalau dulu ‘dosen’ sering diplesetkan dengan kerjaannya satu ‘dos’ dan penghasilannya satu ‘sen’. Namun sekarang, dosen setara dengan tenaga profesional lainnya. Dosen setiap bulannya memperoleh gaji pokok, tunjangan fungsional dan tunjangan profesi jika sudah lulus sertifikasi dosen. Bahkan jika dosen sudah Guru Besar, akan memperoleh 2 kali gaji pokok pada setiap bulannya. Dosen sebagai pendidik profesional tentunya meniscayakan ada peningkatan dalam hal pembelajaran dan pendidikan yang telah menjadi tugas pokok dan fungsinya. Bukan sebaliknya dengan gaji yang tinggi tetapi tidak ada korelasi positif dengan peningkatan kualitas pembelajaran dan pendidikan[11]
Sejak lahirnya UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan PP RI Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen, seorang dosen telah dipandang sebagai sebuah profesi. Karena menjalankan dharma pada Perguruan Tinggi, maka pada diri dosen juga seorang ilmuwan. Dosen yang profesional, yang juga seorang ilmuwan, sejauh undang-undang menyatakan hal itu, hendak diposisikan sebagai sasaran kebijakan mutu pendidikan tinggi yang hendak diselesaikan oleh pemerinbtah. Dosen dianggap sebagai komponen terpenting pendidikan tinggi, yang dianggap sebagai jalan yang tepat membantu para kaum muda untuk dapat menjadi insan yang sempurna, yang memiliki ciri cerdas dan kompetitif[12],sebagaimana harapan dunia pendidikanadalah menjadi pribadi atau sumber daya manusia yang berkribadian luhur dan  kukuh, pribadi yang berimana dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk social yang mampu memanfaaatkan mengelola dan menjaga kelestarian alam[13]
Dosen adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan oleh para pendidik dan  pekerjaan tersebut itu adalah sangat mulia dan terhormat, dan Merujuk pada Sistem pendidikan nasional, yang secara garis besar menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tenaga pendidik adalah semua pihak yang berperan dan bertugas menjalankan pengajaran, menilai hasil belajar, penelitian, pengabdian masyarakat dan pendidikan baik sebagai guru, dosen, konselor, staf pengajar, instruktur, tentor, pelatih, widyaiswara,pamong belajar, fasilitator atau apapun sebutannya yang pada prinsipnya sama dan tidak dibedakan satu dengan yang lain[14]. Walaupun masalah kesejahteraan bagi para pendidik sampai saat ini masih menjadi permasalahan utama. Jika dalam konstitusi dicantumkan cita-cita tanah air untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka perwujudan cita-cita luhur tersebut saat ini ditujukan bahwa pendidikan harus dapat meningkatkan daya saing bangsa menuju bangsa yang bermartabat di pentas dunia, maka untuk menjadi dosen harus mempunyai tanggungjawab yang besar dalam pelaksanaan proses belajarmengajar untuk membina dan mengembangkan potensi mahasiswa guna mencapai tujuan Perguruan Tinggi. Pada gilirannya lulusan Perguruan Tinggi  berpengaruh besar pada masa depan bangsa. Hal ini tersurat dalam persyaratan untuk menjadi dosen yakni : Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME Berwawasan Pancasila dan UUD 1945. memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar dan mempunyai moral dan integritas yang tinggi serta memiliki rasa tanggungjawab yang besa terhadap masa depan bangsa dan negara[15].
       Kebijakan kebijakan yang menyangkut profesionalisasi pendidik dan tenaga pendidik diantaranya : Undang- Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen,  berbagai peraturan pemerintah (PP), berbagai Peraturan Mentri (Permen), Peraturan Daerah (Perda) dan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan.


II. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Tinggi
Sebaga lembaga pendidikan tinggi yang ada di Indonesia, maka harus bertujuan untuk:
a.    Mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
b.    Menghasilkan lulusan yang menguasai bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang dipelajari serta mampu mengaplikasikan dalam peningkatan daya saing bangsa serta memiliki sikap toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan nasional;
c.    Menghasilkan karya penelitian dalam bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang bermanfaat bagi kemaslahatan bangsa, negara, dan umat manusia[16].
Sedangkan fungsi Pendidikan Tinggi disebutkan berfungsi membentuk dan mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta sikap kooperatif mahasiswa melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi yaitu: a. dharma pendidikan b. dharma penelitian; dan c. dharma pengabdian kepada masyarakat[17]. Pendidikan yang berkualitas baik secara filosofis-teosentris maupun teknis-praktis akan meningkatkan kualias yang utuh bagi pendidikan nasional, oleh karena itu pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan kita semua[18].
Pendidikan diharapkan mampu mendorong terciptanya masyarakat ysng tertib, teratur, ramah tamah, mengutamakan kebersamaan, gotong royong dengan memperhatikan prinsip-prinsip toleransi dan kesantunanan juga dikembangkan melalui sikap saling  memahami, saling kerjasama dan saling menitipkan diri[19].
Pendidikan yang bermutu tidak hanya dilihat dari mutu lulusannya, tetapi juga mencakup bgaimana lembaga pendidikan yan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan standar mutu lmuan pelanggan eksternal (peserta didik, orang tua, masyarakat dan pemakai lulusan) [20]
Mencermati tujuan dan fungsi pendidikan tinggi selama ini, di atas kertas memang ideal dan baik sekali. Namun realitasnya belum menunjukkan bukti yang mengembirakan.Banyak anomali-anomali terhadap tujuan dan fungsi yang ideal.Mencermati tujuannya benarkah perguruan tinggi sudah mengembangkan potensi mahasiswa menjadi beriman, bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia ? benarkah perguruan tinggi sudah mencetak mahasiswa yang menguasai ilmu, pengetahuan, seni dan teknologi? benarkah perguruan tinggi sudah menghasilkan penelitian dan Sumber Daya Manusia \yang bermanfaat bagi nusa, bangsa dan Negara.

III. Langkah Menjadi Dosen Profesional dan Ilmuwan
Hasil penelitian dari Harvard University Amerika Serikat yang mengagetkan dunia pendidikan di Indonesia di mana menurut penelitian tersebut, kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skill), tetapi oleh keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Bahkan, penelitian ini mengungkapkan, bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% dengan hard skill dan sisanya 80% dengan soft skill. Hal ini diperkuat sebuah buku berjudul Lesson From The Top karangan Neff dan Citrin (1999) yang memuat sharing dan wawancara terhadap 50 orang tersukses di Amerika. Mereka sepakat bahwa yang paling menentukan kesuksesan bukanlah keterampilan teknis melainkan kualitas diri yang termasuk dalam keterampilan lunak (soft skills) atau keterampilan berhubungan dengan orang lain (people skills)[21].
Natawijaya (1989;2001:2) mengemukakan ada enam ciri dari suatu profesi, yaitu :
1.         Ada standar Kinerja yang baku dan jelas.
2.         Ada lembaga pendidikan yang khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program dan jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memadai dan bertanggung jawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profedi tersebut.
3.         Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahtraannya.
4.         Ada etika dan kode etik yang mengatur perilaku etik para pelakunya dalam memperlakukan kliennya.
5.         Ada sistem imbalan terhadap jasa layanan yang adail dan baku.
6.         Ada pengakuan masyarakat (profesional, petugas, dan awam) terhadap pekerjaan itu sebagai profesi.[22]

Sahertian mengemukakan dalam kriteria profesi yang meliputi :
a.       Jabatan tersebut harus merupakan suatu pelayanan yang khas dan esensial, serta dengan jelas dapt dibedakan dari jabatan-jabatan lain (A unique, definite, and essential service).
b.      Untuk pelaksanaan tidak sekedar diperlukan keterampilan (skill), melaikan diperlukan pula kemampuan inteltual (An emphasis upon intellectual techniques in performing igts service).
c.       Diperlukan suatu masa studi dan latiah khusus yang cukup lama (A long priode of specialized service).
d.      Para praktisnya, secara induvidual maupun kelompok, memiliki otonomi dalam bidang (A broad range of outonomy for both the individual paracticooners and the occupational group as whole).
e.       Tindakan dan keputusan dapat diterima oleh praktisi yang bertanggung jawa (An acceptance by the practioner of broad personal rsponsibility for judgment made and act performed within the scope of profesional autonomy).
f.       Pelayanan tersebut tidak semata-mata untuk kepentingan ekonomis (An emphasis upon the service to be rendered, rather than economic gain to the practioners, as the basis for the organization and performance of the social service delegated to the occupational group).
g.      Para praktisinya memiliki suatu organisasi profesonl yang berdiri sendiri (Acomprehensive self-governing organizational of practioners).
h.      Mereka memiliki satu kode etik – yaituh seperngkat aturan/nilai – yang  jelas  dan tandas yang mengikat para praktisinya (A code of ethics which has been clarified and interpreted at cmbiguous and doubtful point by concrete cases[23]).


Kesulitan utama yang dihadapi para professional pendidikan sekarang ini adalah ketidakmampuan  menghadapi “sistem yang gagal” sehingga menjadi tabir bagi para professional pendidikan itu untuk  mengembangkan dan menerapkan proses baru pendidikan yang akan memperbaiki mutu pendidikan[24]
Secara umum ada beberapa langkah yang bisa  ditempuh guna menuju terwujudnya dosen yang profesional, antara lain:
a.       Melaksanakan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
b.      Dalam mewujudkan Tri Dharma, maka harus menempuh studi lanjut (S2 dan S3).
c.       Budaya baca (tambah ilmu baru dan informasi mutakhir.
d.      Menciptakan iklim akademik dan budaya ilmiah (Forum atau Unit).
e.        Mengikuti berbagai forum ilmiah seperti diskusi, seminar, baik sebagai penyaji materi, moderator, maupun sebagai peserta.
f.       Membiasakan menulis makalah, artikel di jurnal, majalah ilmiah, media massa maupun buku teks) sehingga mampu  mengaplikasikan ilmu
g.      Menambah buku perpustakaan pribadi.
h.      Menjadi pengurus atau anggota organisasi profesi sesuai dengan disiplin ilmunya.

Menurut R.D. Lansbury dalam Profesionals and Management dalam Sudarman Danim  dalam konteks profesionalisasi, istilah profesionalisasi dapat dijelaskan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan karakteristik, pendekatan institusional, dan pendekatan legalistik. Pendekatan Karakteristik maksudnya Pendekatan ini memandang bahwa profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakannya dengan pekerjaan yang lain. Seorang penyandang profesi dapat disebut profesional manakala elemen-elemen inti menjadi bagian integral dalam kehidupannya, Pendekatan institusional memandang bahwa profesi dari segi proses institusional atau perkembangan asosiasional. Maksudnya adalah kemajuan suatu pekerjaan ke arah pencapaian status ideal suatu profesi dilihat atas dasar tahap-tahap yang harus dilalui untuk melahirkan proses pelembagaan suatu pekerjaan menuju profesi yang sesungguhnya, Pendekatan legalistik yaitu pendekatan yang menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi oleh Negara atau pemerintah. Suatu pekerjaan disebut profesi jika dilindungi undang-undang atau produk hokum yang ditetapkan pemerintah suatu Negara[25].

 IV. Komptensi Dosen Yang Profesional dan Keilmuwan
Sebagai dosen yang profesional dan ilmwuan haruslah mempunyai Kompetensi yang harus dimiliki, yaitu Kompetensi Profesional, Kompetensi  Mengajar (Pedagogik), Kompetensi Kepribadian (Personaliti), Kompetensi Sosial, Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang pendidik juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik [26]. Maksud dari kompetensi tersebut adalah Kompetensi Profesional, yakni, keluasan wawasan akademik dan kedalaman pengetahuan dosen terhadap materi keilmuan yang ditekuninya dan  Kompetensi Pedagogik, adalah  penguasaan dosen pada berbagai macam pendekatan, metode, pengelolaan kelas, dan evaluasi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan perkembangan mahasiswa, sedangkan kompetensi kepribadian, yakni, kesanggupan dosen untuk secara baik  menampilkan dirinya sebagai teladan dan memperlihatkan antusiasme dan kecintaan terhadap profesinya dan terakhir adalah Kompetensi sosial, yakni, kemampuan dosen untuk menghargai kemajemukan, aktif dalam berbagai kegiatan sosial, dan mampu bekerja dalam team work.

V. Ciri-ciri Dosen Profesional dan Ilmwuan
Untuk menjadi dosen yang profesional adalah harapan dan  impian setiap dosen dalam rangka meningkatkan harga dirinya sebagai manusia.  Ia bekerja di perguruan tinggi yang sering disebut sebagai garda ilmiah, tempat bersemai dan berkembang ilmu pengetahuan.  dosen dianggap sebagai peneliti yang mengajar.  Ia meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan ia juga mengajar atau mendidik calon-calon praktisi dan ilmuwan yang akan mengembangkan ilmu pengetahuan dan menerapkan hasil-hasil penelitian untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di masyarakat.
Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan sebagai profesi. Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah wibawa ilmu. Karena ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran. Seorang ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan itu harus menjadi pilihan juga sekaligus junjungan utama[27]
Kewajiban batiniah seorang ilmuwan ialah memberikan sumbangan pengetahuan baru yang benar saja ke kumpulan pengetahuan benar yang sudah ada, walaupun ada tekanan-tekanan ekonomi atau sosial yang memintanya untuk tidak melakukan hal itu, karena tanggung jawabnya ialah memerang ketidaktahuan, prasangka dan mitos di kalangan manusia mengenai alam semesta ini.  Adapun pedoman kerja yang disepakati dan harus diikuti para ilmuwan ialah :1. Bekerjalah dengan jujur. 2. Jangan sekali-sekali memanipulasi data.3. Selalulah bertindak tepat, teliti dan cermat.4. Berlakulah adil terhadap pendapat orang lain yang muncul terlebih dahulu..5. Jauhilah pandangan berbias terhadap data dan pemikiran ilmuwan lain.Jangan berkompromi tetapi 6. Usahakanlah menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan tuntas. 7. Perlunya Etika.8. Ketaatan Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.[28]
Adapun di antara ciri-ciri dosen yang profesional dan ilmuwan adalah :a. Kepribadian Yang Kuat,  b.Komitmen, c.Menguasai Materi Kuliah Yang Dipegangnya, d. Ketrampilan Berinteraksi,  e. Fleksibilitas, Kreativitas, Keterbukaan, f.  Mempunyai  Antusiasme Yang Dinamis, g. Siap dan Terorganisir, h. Kemampuan Berkomunikasi, i. Gaya Mengajar Yang Merangsang Belajar, selain itu tenaga pengajar yang antusias dan berminat untuk memperoleh pengetahuan dan latihan lebih jau dalam segala bidang[29]

Sedangkan menurut Sukmadinata ada  10 ciri suatu profesi (, 2000:191) yaitu : 1. Memiliki fungsi dan signifikan sosial.2.Memiliki keahlian/keterampilan tertentu.3.Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.4.Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas.5. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama.6. Aplikasi dan sosialisai nilai-nilai profesional. 7.Memiliki kode etik .8.Kebebasan untuk memberikan judgemt dalam memesahkan masalah dalam lingkungan kerja.9.Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi.10.Adanya pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya[30].


VI. Syarat Menjadi Dosen Yang Profesional dan ilmuwan.
            Dosen adalah pengajar, maka diharapkan dapat mengajar yang baik sehingga dapat menjadi dosen Profesional dan ilmuwan, tentukan  dibutuhkan persyaratan antara lain :
a.        Mengajar yang baik merupakan gabungan dari kesenangan (passion) dan penalaran (reason). Mengajar yang baik bukan hanya tentang bagaimana memotivasi mahasiswa agar mau belajar tetapi mengajar mereka bagaimana belajar dengan baik sehingga apa yang dipelajari menjadi relevan, memiliki arti, dan dikenang dengan baik. Prof. Leblanc mengibaratkan bahwa memperlakukan mahasiswa (dalam hal mengajar dan mendidik) sama persis dengan bagaimana kita berbuat memperlakukan sesuatu benda yang kita senangi. Dosen harus memperlihatkan suatu antusiasme dan kasih sayang dan kemudian membagikannya kepada mahasiswanya.  Cara dosen mengajar menjadi role model bagi para mahasiswanya[31].
b.      Mengajar yang baik harus menjadikan mahasiswa sebagai konsumen atau klien dari ilmu pengetahuan yang kita jual (artinya kita menganggap bahwa mahasisiwa adalah konsumen yang harus kita treat agar mereka mau membeli apa yang kita tawarkan).
c.       Mengajar yang baik adalah kesediaan mendengarkan, mempertanyakan, menyikapi dengan responsif, dan memahami bahwa setiap individu mahasiswa dari setiap kelas adalah suatu pribadi yang unik dan berbeda. Yang sama dari setiap individu mahasiswa hanyalah dalam tujuan akhirnya, yaitu mendapatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang berkualitas sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan mereka setelah lulus dari pendidikannya. Menurut Leblanc, seorang pengajar (dosen) yang baik harus dapat mendorong mahasiswa mencapai keunggulan, dan secara bersamaan mahasiswa juga harus dapat menjelma menjadi seorang pribadi yang yutuh, memiliki rasa hormat kepada sesama, dan selalu menjadi seorang yang profesional. Dengan demikian, bukanlah sebuah sikap yang baik jika seorang dosen hanya berdiri di depan kelas, menyampaikan materi ajar secara ‘kering’, tanpa pernah menyisipkan soal etika dan moral (al-Akhlak al-Karimah), baik yang berkaitan dengan penerapan ilmu yang diajarkannya maupun etika dan moral secara umum.
d.      Menjadi pengajar yang baik bukan hanya dibuktikan dengan memiliki program kerja (agenda) yang tersusun rapih dan secara ketat mengikuti agenda tersebut (rigid). Sebaliknya, dosen haruslah bersikap fleksibel, fluid (tidak kaku), selalu bersedia untuk mencoba hal-hal baru (experimenting), dan memiliki kepercayaan diri untuk merespons dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah.
Menurut Leblanc, sebagus apa pun agenda kerja yang disusun, di kelas, paling banyak hanya 10% yang dapat tercapai. Seorang pengajar yang baik harus bersedia untuk mengubah silabus dan memanage jadwal perkuliahannya jika di tempat lain diketahuinya ada hal-hal yang lebih baik[32].
e.       Mengajar yang baik juga berkaitan dengan cara atau gaya (style). Mengajar di kelas harus juga merupakan suatu ‘pertunjukkan’ yang menarik, bukan hanya berdiri di podium dengan tangan yang seolah melekat ke meja podium atau pandangan yang hanya tertuju ke layar (jika itu pun sudah menggunakan alat bantu OHP atau LCD). Mengajar di depan kelas bagi seorang dosen adalah bekerja, dan mahasiswa
f.       Mengajar yang baik harus mengandung unsur humor (jenaka). Artinya, dalam mengajar, seorang dosen harus menyisipkan humor-humor, yang akan sangat berguna untuk mencairkan (ice-breaking) suasana kelas yang kaku. Harus disadari bahwa mahasiswa adalah manusia yang datang ke kelas dengan kondisi yang berbeda-beda, dengan permasalahannya masing-masing, baik yang muncul hari itu maupun yang sudah dimilikinya berhari-hari atau berbulan-bulan yang lalu. Kelas yang kaku dan terlalu serius akan sangat membosankan. Menurut sumber lain, contohnya Barbara Gross Davies[33] jika pun atmosfir kelas mendukung, mahasiswa hanya penuh perhatian terhadap materi perkuliahan sampai maksimal 20 menit pertama saja. Untuk itu, dosen harus berusaha semaksimal mungkin untuk memasukkan teknik-teknik jenaka untuk menarik kembali perhatian mahasiswa terhadap materi perkuliahan.
g.      Mengajar yang baik adalah memberikan perhatian, membimbing, dan mengembangkan daya pikir serta bakat para mahasiswa. Mengajar yang baik berarti mengabdikan atau menyediakan waktu kita bagi setiap mahasiswa.
h.      Mengajar yang baik harus didukung oleh kepemimpinan yang kuat dan visioner serta oleh institusi yang juga mendukung, baik dalam sumberdayanya, personalianya, maupun dananya. Mengajar yang baik harus merupakan penggambaran dari pelaksanaan visi dan misi institusi yang selalu harus diperbaiki dan diperbaharui, bukan hanya dalam perkataan tetapi juga dalam perbuatan.
i.        Mengajar yang baik adalah tentang pembimbingan (mentoring) yang dilakukan oleh dosen senior kepada dosen yunior, tentang kerjasama, dan kemudian kinerjanya dapat dikenali dan dihargai oleh seorang penilai / pimpinan, sementara mereka yang mengajarnya masih kurang baik, sudah sepatutnya mereka mendapatkan berbagai progam pelatihan dan pengembangan (ada Pusat Pelatihan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional).
j.        Akhirnya, mengajar yang baik adalah memiliki kesenangan, dan kenikmatan batin, yaitu ketika mata kita menyaksikan bagaimana mahasiswa kita menyerap ilmu yang kita berikan, bagaimana pemikiran mahasiswa menjadi terbentuk, sehingga mahasiswa kemudian menjadi orang yang lebih baik.
Seorang pengajar yang baik akan melakukan tugasnya bukan semata karena uang atau karena sudah merupakan kewajibannya, tetapi karena ia menikmati pekerjaannya, dan karena ia menginginkan pekerjaannya itu.
Seorang pengajar yang baik tidak dapat membayangkan ia akan dapat melakukan hal atau pekerjaan lain selain mengajar dan mengajar.
VII. Penutup.
         Demikianlah beberapa hal yang berkaitan dengan dosen professional.  Namun yang perlu diingatkan sekali lagi ialah bukan mendahulukan hak, tetapi yang lebih penting ialah keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi dengan hak yang akan diterima
Di antara beberapa hal yang sangat perlu diketahui oleh seluruh dosen ialah: Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.  Dan dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Sementara itu sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada dosen sebagai tenaga profesional.
        Untuk menjadi dosen Profesional dan ilmuwan harus mempunyai tanggungjawab yang besar dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, Penelitan dan Pengabdian Masyarakat dalam rangka  untuk membina dan mengembangkan potensi mahasiswa dan kemajuan kampus dalam  mencapai tujuan, Visi dan Misi Perguruan Tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Barbara Gross Davies, Tools for Teaching, Jossey-Bass Publishers, 1993    
M Ihsan Dacholfany, Tinjauan Awal Analisis  SWOT Pada Program Sekolah Kejuruan,  Jurnal Ilmiah IAI Al-Ghurobaa,  Jakarta, 2010
M Ihsan Dacholfany, Manajemen Mutu Pembelajaran di Lembaga Pendidikan Islam, Jurnal   akadimika, STAIN Jurai Siwo, Metro Lampung, 2010


M Ihsan Dacholfany, Pendidikan karakter di Pondok Pesantren,  Jurnal   Lentera Tarbiyah  STAI Bani Saleh, Bekasi ,2011
M Ihsan Dacholfany, Manajemen Mutu Pendidikan dan Kepemimpinan Pendidikan,  Jurnal   Manajemen Pendidikan, Nusantara Education Review, Bandung, 2010
M Ihsan Dacholfany, Revitalisasi Perguruan Tinggi dalam membangun Peradaban,  Prosiding,; Seminar Nasional Peran Perguruan Tinggi Dalam tajdid Ilmu dan Peradaban,  LEMLIT  UM Metro, 2013.

Natawidjaya, Standar profesi guru,  PPS UPI,  Bandung ,  2002.

Sanusia ,A. et al., Studi pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan , Depdik bud – IKIP Bandung, 1991.

Syah, M, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.. Bandung Rosda Karya, .2001

Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2002

Sukmadinata, N.S,  Pengembangan kurikulum -teori dan praktek ,  Bandung: Rosda Karya, 2000
Sahertian, Supervisi pendidikan dalam rangka in service education, Jakarta:Rineka cipta. 1990,
Undang-Undang  No. 14 Th. 2005  dan UU No. 2/1989 dan PP No. 30/1990

UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Ayat 2UU No. 23 tahun 2003 pasal 1 dan pasal 39  tentang Sistem Pendidikan Nasional.

RUU Pendidikan Tinggi pasal 3  dan pasal 4  ayat 1

INTERNET
Noor.walisongo.ac.id/?op=informasi&sub=2&mode=detail&id=165&page=1
                                                             

http://ishomyusqi.com/dosen-adalah-pendidik-profesional-dan-ilmuwan/. 2012







[1] Dosen Universitas Muhammadiyah  Metro dan STAIN Jurai Siwo
[2] Pasal 39 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
[3] UU No 14 Tahun 20105 Pasal 1
[4] Noor.walisongo.ac.id/
[6] http://arya0809.wordpress.com tanggung-jawab-ilmuwan-/2013/01/05/
[7] Kamus Besar  Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2002, h. 897
[8] Syah, M, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.. Bandung Rosda Karya, .2001,  24
[9] Sanusia ,A. et al., Studi pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan , Depdik bud – IKIP Bandung, 1991, h.34
[10] UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Ayat 2
[11]  http://ishomyusqi.com/ /.2012
[12] http://serdosdiktis.net/bkd/sambutan/ Jakarta, 11 Nopember 2011
[13]M Ihsan Dacholfany, Pengambilan Keputusan Dalam Rangka Menciptakan Inovasi di bidang Pendidikan, Jurnal Adz- Dzikri, 2013, h.20
[14] UU No. 23 tahun 2003 pasal 1 dan pasal 39  tentang Sistem Pendidikan Nasional
[15] UU No. 2/1989 dan PP No. 30/1990
[16] RUU Pendidikan Tinggi pasal 3
[17] RUU Pendidikan Tinggi pasal 4  ayat 1
[18] M Ihsan Dacholfany, Revitalisasi Perguruan Tinggi dalam membangun Peradaban,  Prosiding,; Seminar Nasional Peran Perguruan Tinggi Dalam tajdid Ilmu dan Peradaban,  LEMLIT  UM Metro , 2013, h.59
[19] M Ihsan Dacholfany, Pendidikan karakter di PondokPesantren,  Jurnal   Lentera Tarbiyah  STAI Bani Saleh, 2011, h.142
[20] M Ihsan Dacholfany, Manajemen Mutu Pendidikan dan Kepemimpinan Pendidikan,  Jurnal   Manajemen Pendidikan, Nusantara Education Review, 2010, h.17
[21] Muqawim, Modul Pengembangan Sof Skil GPAI, Kementrian Agama RI, 2011. h. 13-14.
[22] Natawidjaya, Standar profesi guru,  PPS UPI.  Bandung ,  2002, h.2
[23] Sahertian, Supervisi pendidikan dalam rangka in service education, Jakarta:Rineka cipta. 1990, h.9-10
[24] M Ihsan Dacholfany, Manajemen Mutu Pembelajaran di Lembaga Pendidikan Islam, Jurnal   akadimika,, STAIN Jurai Siwo, 2010, h.113
[25]Sudarwan Danim., Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia., 2002, h.23
[26] UU no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
[27] http://arya0809.wordpress.com/2013/01/05/
[28] http://arya0809.wordpress.com/2013/01/05/
[29] M Ihsan Dacholfany, TinjauanAwal Analisi SWOT. Pada Program Sekolah Kejuruan,  Jurnal Ilmiah IAI Al-Ghurobaa,  2010,  h.66.
[30] Sukmadinata, N.S,  Pengembangan kurikulum -teori dan praktek ,  Bandung: Rosda Karya, 2000, h.191

[31] zan-sher.blogspot.com/2012/04/cara-menjadi-penggajar-yang-baik.html, Rabu, 11 April 2012


[32] zan-sher.blogspot.com/2012/04/cara-menjadi-penggajar-yang-baik.html, Rabu, 11 April 2012

[33] Jossey, Tools for Teaching, Bass Publishers, 1993, p.43

Tidak ada komentar:

Posting Komentar