Kamis, 11 Februari 2016

PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM (PONDOK PESANTREN) TERHADAP PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA M.Ihsan Dacholfany


PERAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM  (PONDOK PESANTREN)
 TERHADAP PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA[1]
M.Ihsan Dacholfany[2]

PENDAHULUAN
Sejak awal kedatangannya ke Indonesia, pada abad ke-6 M, Islam telah mengambil peran yang amat siginifikan dalam kegiatan pendidikan. Indonesia sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim, pendidikan Islam mempunyai peran yang sangat signifikan di Indonesia dalam pengembangan sumber daya manusia dan pembangunan karakter bangsa, sehingga masyarakat yang tercipta merupakan cerminan masyarakat islami. Dengan demikian Islam benar-benar menjadi rahmatan lil’alamin, rahmat bagi seluruh alam.
Pendidikan islam di Indonesia dapat didefinisikan sebagai upaya memberikan pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran-ajaran Islam kepada masyarakat masyarakat Islam di Indonesia yang dilakukan oleh berbagai Lembaga pendidikan mulai  dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi.[3]
Tantangan pendidikan Islam saat ini jauh berbeda dengan tantangan pendidikan Islam sebagaimana yang terdapat pada zaman klasik dan pertengahan. Baik secara internal maupun eksternal tantangan pendidikan Islam di zaman klasik dan pertengahan cukup berat, namun secara psikologis dan ideologis lebih mudah di atasi. Secara internal ummat Islam pada masa masa klasik masih  fresh (segar). Masa kehidupan mereka dengan sumber ajaran Islam, yakni Al-Qur’an dan al-Sunnah masih dekat, dan semangat militansi dalam berjuang memajukan Islam juga masih amat kuat. Sedangan secara eksternal, ummat Islam belum menghadapi ancaman yang serius dari negara-negara lain, mengingat keadaan negara-negara lain (Eropa dan Barat) masih belum bangkit dan maju seperti sekarang namun di zaman sekarang selain menghadapi pertarungan ideologi-ideologi besar dunia sebagaimana tersebut di atas.

Adapun Orientasi Pendidikan zaman dulu dimaksudkan untuk mendidik benih manusia agar anak manusia ini tumbuh menjadi seorang yang berakhlak tinggi dan mulia, yang berbeda dengan manusia purba. Investasi manusia di sini berarti memanusiakan manusia, yaitu mengajarkan nilai kehidupan kepada seorang anak manusia, yang diibaratkan benih manusia. Misi utama lembaga pendidikan adalah mengajarkan karakter mulia atau budi pekerti, etika, saling mengalah dan mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi. Hal ini diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat. Setelah itu institusi dan tenaga pendidik baru akan mengajarkan keterampilan yang membuat benih manusia itu mampu menyokong hidupnya sendiri di masa depan sehingga terbentuk karakter bangsa yang mulia.
Pendidikan sekarang lebih berorientasi kepada bagaimana meningkat kecerdasan, prestasi, keterampilan, dan bagaimana menghadapi persaingan serta berorientasi kepada angka  raport atau indek Prestasi akademik. Pendidikan sekarang kehilangan misi utamanya untuk investasi karakter manusia. Pendidikan moral dan karakter bukan lagi merupakan faktor utama seorang anak mengenyam pendidikan. Kedua hal ini dianggap menjadi tugas para tokoh agama, tugas orang tua atau wali di rumah. Sekolah berlomba menonjolkan kurikulum yang dipercaya bisa menciptakan generasi muda super dari usia sedini mungkin.
Jadi  Pendidikan adalah kegiatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Keadaannya selalu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan corak, sifat dan kebudayaan yang berkembang di masyarakat tersebut.[4]
Seiring perkembangan zaman, pendidikan yang hanya berbasiskan hard skill yaitu menghasilkan lulusan yang hanya memiliki prestasi dalam akademis, harus mulai dibenahi. Sekarang pembelajaran juga harus berbasis pada pengembangan soft skill (interaksi sosial) sebab ini sangat penting dalam pembentukan karakter anak bangsa sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Pendidikan soft skill bertumpu pada pembinaan mentalitas agar peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan realitas kehidupan. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skill ) saja, tetapi juga oleh keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Pondok Pesantren adalah Salah satu lembaga Pendidikan yang tertua di Indonesia yang  merupakan produk budaya Indonesia  serta memiliki  andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa karena keberadaannya dimulai sejak Islam masuk negeri ini.
Keberadaan Pondok Pesantren di tengah-tengah masyarakat mempunyai makna sangat strategis, dalam pembinaan karakter apalagi jika Pondok Pesantren ini memiliki kaderisasi dan mempunyai  lembaga pendidikan dasar dan tinggi. Pondok Pesantren yang berakar pada masyarakat, terutama masyarakat perdesaan, merupakan kekuatan tersendiri dalam membangkitkan semangat dan gairah masyarakat untuk meraih kemajuan menuju ke arah kehidupan yang makin sejahtera.
Menghadapi era globalisasi yang berdampak kepada berbagai perubahan baik di bidang ekonomi maupun sosial budaya, diperlukan pengkajian bagaimana Pondok Pesantren mengapresiasikan gejala modernisasi yang berlangsung demikian kuatnya seperti sekarang ini. Modernisasi merupakan proses transformasi yang tak mungkin bisa dihindari, dan karena itu semua kelompok masyarakat termasuk masyarakatPondok  Pesantren harus siap menghadapinya dan perlu menanggapi gejala-gejalanya secara terbuka dan kritis.
B. PEMBAHARUAN PONDOKPESANTREN
          Pembaharuan dalam sistem pendidikan di antaranya Pondok Pesantren dapat  dilakukan di antaranya dalam penerapan organisasi, sistem kepimimpinan Kyai ditunjuk oleh badan wakaf, yang tidak mengenal sistem waris dan keturunan, kemudian memasukkan materi umum serta  penggunaan bahasa Arab dan Inggris sebagai bahasa pengantar dan percakapan, olah raga dan seni serta ketrampilan dengan disiplin yang tinggi, tidak berafiliasi kepada partai politik ataupun organisasi kemasyarakatan apapun, memiliki kaderisasi yang tangguh.serta nilai-nilai kemandirian Lembaga, Organisasi, Sistem, Dana serta Manusia (SDM) dan lain sebagainya.
Jadi Sistem serta tujuan pendidikan bagi suatu masyarakat  atau negara tidak dapat diimpor atau di ekspor dari atau ke suatu negara atau masyarakat. Ia harus timbul dalam masyarakat itu sendiri. Ia adalah pakaian yang harus diukur dan dijahit sesuai dengan bentuk dan ukuran pemakainya berdasarkan identitas, pandangan hidup serta nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat atau negara tersebut[5].
Ada beberapa cara  yang dapat dikembangkan di Pondok Pesantren  dalam melaksanakan  Pembaharuan Pondok Pesantren dalam rangka proses pembinaan karakter :
·  Membuat slogan yang mampu menumbuhkan kebiasaan baik dalam segala tingkah laku masyarakat sekolah/Pondok Pesantren.
·  Memasukan konsep karakter pada setiap kegiatan pembelajaran dengan metode : Menggunakan cara yang mampu  membuat anak mempunyai  alas an atau keinginan untuk berbuat baik, Mengembangkan sikap mencintai untuk melakukan kebaikan. Menambahkan nilai kebaikan kepada anak.
·  Pengontrolan secara terus-menerus yang  merupakan wujud dari pelaksanaan pembangunan karakter. Beberapa hal yang harus selalu dipantau diantaranya adalah: kebiasaan dalam berbicara, makan, berbicara, sopan santun, berpakaian dan lain sebagainya.
C. PERMASALAHAN PONDOK PESANTREN YANG DIHADAPI
Untuk  menghadapi tantangan corak ajaran Islam yang tradisional dan kehilangan vitalitasnya, pendidikan Islam tampaknya tidak merasakannya sebagai beban. Karena dunia Islam pada waktu itu berada dalam suasana taklid yakni mengikuti saja apa yang dikemukakan para ulama terdahulu. Selain itu Islam yang diajarkan bercorak fiqih dan tasawuf-pun tampaknya tidak menjadi kendala, karena masyarakat di Indonesia pada waktu itu masih bercorak agraris dan belum tersentuh pengaruh modernisasi. [10]
Dalam mencapai visi, misi dan tujuan Pondok Pesantren,tentunya mengalami  beberapa Permasalahan yang mungkin  dihadapi Pondok Pesantren dalam membangun karakter  Bangsa khusunya warga Pesantren, antara lain :
1.  Apa hambatan yang dihadapi oleh Pondok Pesantren  dalam pembinaan santri ?
2. Apa upaya yang harus dilakukan oleh Pengasuh  dan Pimpinan dalam  membangun Karakter di Pondok Pesantren?
3. Bagaimana Proses Pendidikan Pondok Pesantren yang diharapkan ?
4.  Bagimana Karakter santri atau lulusan yang diharapkan oleh Pondok Pesantren ?
5.  Bagaimana Kepemimpinan Kyai atau Pengasuh dalam Pembinan santri dan warga Pondok Pesantren ?
D. SOLUSINYAYANG HARUS DIKERJAKAN
1. Hambatan utama yang dihadapai PondokPesantren di antaranya adalah :
a.       keragaman latar belakang budaya dan sosial-ekonomi para santri;
b.      Jumlah santri yang sangat besar, sehingga memerlukan fasilitas dan anggaran yang cukup banyak;
c.        Adanya pengaruh negatif dari adanya era globalisasi teknologi dan informasi;
d.       Tinggi tuntutan dunia kerja dan tuntutan orang tua terhadap kualitas lulusan Pondok Pesantren;
e.       Besarnya biaya yang disediakan untuk proses penyelenggaraan pendidikan di Pondok Pesantren.

2.      Upaya yang harus dilakukan oleh Pengasuh dan Pimpinan Pondok Pesantren
a.         Mengutamakan pendidikan karakter untuk diri dan anggota keluarga, sehingga menjadi contoh bagi orang disekitarnya;
b.         Membangun sistem pendidikan Pondok Pesantren, yang memungkinkan terjadinya pendidikan karakter dengan baik;
c.          Bersama-sama dengan para guru dan santri senior melakukan bakti pada masyarakat disekitar Pondok Pesantren untuk mendidik karakter keislaman melalui ceramah dan bakti sosial;
d.        Melibatkan diri pada kegiatan konsultasi bagi para pejabat (kemenag) untuk memberikan warna karakter islam sekaligus mengidentifikasi peluang beasiswa dan donatur bagi pengembangan karakter di Pondok Pesantren;
e.         Melakukan kerjasama dengan berbagai instansi di luar negeri untuk meperkuat pengembangan karakter lulusan  Pondok Pesantren melalui kegiatan beasiswa sekolah di luar negeri (Mesir, Malaysia, Pakistan dll).
f.          Membangun unit-unit usaha untuk menghasilkan uang secara mandiri, sekaligus sebagai media pembelajaran santri dalam hal kewirausahaan;
g.         mengontrol langsung tanpa delegasi, tentang kesejahtraan para guru dan keluarganya, hal ini sangat penting, karena kesejahteraan para guru dan keluarga merupakan salah satu kunci sukses membangun karakter santri di Pondok Pesantren tersebut.

3.      Proses Pendidikan Pondok Pesantren
Proses pendidikan  yang diharapkan adalah berlangsung 24/7, artinya 24 jam penuh 7 hari dalam satu minggu. dimana pendidikan dibangun dengan metode  keteladanan, pengarahan, pembiasaan, pelatihan (penugasan dan evaluasi), partisipasi, hukuman dan penghargaan.

Karena tidak mungkin pimpinan/ pengasuh Pondok Pesantren  dengan sendirinya mengatur seluruhnya, maka pimpinan harus mampu membangun kepercayaan diri di dalam setiap santri dan guru-guru, yaitu dengan cara :
 a. Pengarahan dan tranformasi nilai dan sistem Pondok  Pesantren yang terangkum dalam visi, misi, orientasi, sintesa, nilai, panca jiwa, panca jangka dan motto-motto dalam setiap kesempatan dengan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan,
b. Pendelegasikan beberapa amanah pengelolaan sektor-sektor tertentu. Keterampilan pendelegasian ini sangat penting dalam pembangunan karakter, karena salah satu faktor dalam pembentukan karakter yang kuat adalah memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Sehingga mampu mengeluarkan seluruh kemampuan dalam diri mereka untuk berbuat yang terbaik dan jika pada awalnya mereka tidak mampu, maka terjadilah proses duplikasi yang positif, dimana senior berdiri sebagai pembimbing bagi yunior mereka dalam menjalankan amanah pengelolaan sektor yang dimaksud.
 c. Penegakan disiplin yang tegas tanpa dispensasi. Hal ini sangat penting karena akan menjadikan seluruh proses pendidikan  untuk pembentukan karakter yang sebelumnya telah dijelaskan akan mejadi mentah dan tanpa hasil yang terukur jika penegakan disiplin tidak tegas dan penuh dispensasi/diskriminasi. Penegakan disiplin dimulai dari hal-hal terkecil sampai yang besar, seperti manajemen keuangan Pondok Pesantren yang dipegang oleh para guru dengan pengawasan langsung oleh Pimpinan Pondok Pesantren atau Pengasuh  secara periodik.

Selain itu proses belajar mengajar juga harus dilakukan dan diarahkan pada (l) mengubah cara belajar dari model warisan kepada model belajar pemecahan masalah; (2) dari hafalan ke dialog (3) dari pasif ke aktif; (4) dari memiliki (to have) ke menjadi (to be)} (5) dari mekanis ke kreatif; (6) dari strategi menguasai materi sebanyak-banyaknya ke menguasai metodologi yang kuat; (7) dari memandang dan menerima ilmu sebagai hasil final yang mapan, memandang dan menerima ilmu sebagai yang berada dalam dimensi proses; dan (8) melihat fungsi pendidikan bukan hanya mengasah dan mengembangkan akal, melainkan mengolah dan mengembangkan hati(moral) dan keterampilan. Sejalan dengan pentingnya proses belajar mengajar yang inovatif dan kreatif tersebut di atas, maka berbagai metode pengajaran yang lebih melibatkan peserta didik seperti inter-active learning, participative learning, cooperative learning.[6]

4.      Karakter santri atau lulusan yang diharapkan oleh Pondok Pesantren
 adalah para generasi muda Islam yang tidak hanya kuat dalam ‘ilmu ‘ilmiyah tapi juga dalam ilmu ‘amaliyah.  Pondok Pesantren hendaknya  berusaha mencetak para pemimpin masa depan yang mampu berjuang di bidang apapun yang menjadi pilihannya dengan bekal karakter mukmin yang kompeten kuat dan life skill yang telah terbentuk serta mampu berjuang dimana pun dengan segala kendalanya.
Adapun Kompetensi santri yang dihasilkan adalah  merupakan integrasi dari pengetahuan (ilmu), nilai dan sikap (iman) dan perbuatan (amal) atau dalam definisi yang lebih operasional, kompetensi lulusan adalah penguasaan dan pemililikan ilmu pengetahuan (knowledge) yang dapat diterapkan dalam kehidupan (skill) dengan nilai-nilai akhlak mulia (attitude), sehingga diharapkan santri yang memiliki ilmu yang dapat diamalkan dengan sholeh. Sedangkan untuk pengembangan keilmuan, Pondok Pesantren telah memberikan “bekal” yang sangat cukup untuk lulusannya agar menjadi manusia yang berkompeten, diantaranya kemampuan berbahasa Arab dan Inggris yang aktif, karena bahasa adalah kunci dalam membuka wawaasan, baik keilmuan maupun keterampilan.

Anak didik yang dihasilkan oleh lembaga  pendidikan Islam seperti Pondok Pesantren  adalah  bukan hanya   anak   yang   mengetahui   sesuatu   secara benar (to know) melainkan juga harus disertai dengan mengamalkannya secara benar (to do), mempengaruhi dirinya (to be) dan membangun kebersamaan hidup dengan orang lain (to life together). Pendidikan Islam harus menghasilkan manusia yang memiliki ciri-ciri: l) terbuka dan bersedia menerima hal-hal baru hasil    inovasi dan perubahan; 2 ) berorientasi demokratis dan mampu memiliki pendapat yang tidak selalu sama dengan pendapat orang lain; 3) berpijak pada kenyataan, menghargai waktu,   konsisten   dan   sistematik   dalam   menyelesaikan   masalah; 4) selalu terlibat dalam perencanaan dan pengorganisasian; 5) memiliki keyakinan bahwa segalanya dapat diperhitungkan; 6) menyadari dan menghargai   pendapat   orang   lain;) rasional   dan   percaya   pada kemampuan iptek; 8) menjunjung tinggi keadilan berdasarkan prestasi, kontribusi, dan kebutuhan; dan 9) berorientasi kepada produktivitas, efektifitas dan efisiensi. Manusia yang memiliki ciri-ciri seperti itulah yang  harus dihasilkan oleh pendidikan Islam, yaitu  manusia yang penuh percaya diri (self confident) serta mampu melakukan pilihan-pilihan secara arif serta bersaing dalam era globalisasi yang kompetitif.[7]
Sehingga PondokPesantren dapat mempersiapkan generasi Islam untuk menjadi orang ‘alim dan faqih di setiap aspek kehidupan, baik ilmu diniyah (Ijtihad, Fiqh, Peradilan, dll) maupun ilmu terapan dari sains dan teknologi (kimia, fisika, kedokteran, dll). Sehingga output yang didapatkan mampu menjawab setiap perubahan dan tantangan zaman dengan berbekal ilmu yang berimbang baik diniyah maupun madiyah-nya.

5.      Kepempinan Kyai atau Pengasuh
Dalam rangka menyelenggarakan pendidikan diharapkan  Kyai atau Pengasuh di Pondok Pesantren menggunakan gaya kepemimpinan religio-paternalistic di mana adanya suatu gaya interaksi antara kyai dengan para santri atau bawahan didasarkan atas nilai-nilai keagamaan yang disandarkan kepada gaya kepemimpinan nabi Muhamammad saw,. Pimpinan Pondok Pesantren  sekaligus menjadi figur keteladanan bagi santri, guru, keluarga, masyarakat dan pemerintah. Karena dalam prakteknya, Pimpinan terjun langsung dalam pengarahan, penugasan, pengawalan dan evaluasi setiap kegiatan yang ada di dalam proses pendidikan dan pengajaran di Pondok  Pesantren  atau dengan istilah lain “Pimpinan mengatur kehidupan di Pesantren Pesantren ” baik yang kurikuler, non-kurikuler maupun ekstra-kurikuler, juga kehidupan keluarga guru dan bahkan kehidupan sekitar  Pondok Pesantren yang disebut dengan istilah pimpinan Pondok Pesantren yaitu kepemimpinan totalitas.

Pimpinan juga selalu berpedoman bahwa apa yang dikerjakan, dikatakan serta prilakunya adalah untuk ibadah karena Allah  sehingga  mengharapkan ridho Allah sehingga mengharapkan produktifitas (hasil) yang terukur, maka Pimpinan atau pengasuh Pondokharus yakin kepada Allah serta memiliki inovatif, mengambil inisiatif, bijak dan terampil dalam menggerakan, menguasai dan menyelesaikan segala permasalahan, berwibawa, disegani dan memiliki kharismatik. Selanjutnya, dalam setiap gerakannya, terutama dalam setiap pengarahan, pimpinan harus mampu mentransformasikan nilai-nilai Islami dengan kebiasaan yang baik. Sehingga para santri dan guru menjadi sangat yakin sepenuh hati yang berimplikasi pada pemaksimalan potensi yang ada pada diri mereka untuk mampu berbuat yang terbaik.

E. PENUTUP
Dari tulisan  di atas  sangat tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Pondok  Pesantren salah satu lembaga yang mempunyai peran signifikan dan kontribusi besar dalam pembentukan dan pembangunan  karakter dan kapasitas bangsa. Dalam penerapan pendidikannya Pondok  Pesantren lebih mengedepankan kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivations), dan keterampilan (skills) dalam menghadapi kehidupan di masyarakat yang serba komplek terhadap Pembangunan Karakter Bangsa
Walaupun Pondok Pesantren dengan banyak permasalahan yang dihadapi tentu ada solusinya dan  diharapkan  Pondok Pesantren  tetap memberikan andil bagi bangsa Indonesia, baik dahulu maupun kini dan diharapkan hal itu bertahan bahkan berkembang untuk masa-masa yang akan datang. Kehandalan Pondok Pesantren selama berabad-abad, walau dengan segala kesederhanaannya masih menjadi harapan umat Islam sebagai benteng satu-satunya bagi umat Islam dan kelimiahannya. Karena dari sanalah lahir generasi-generasi yang melanjutkan da’wah Islam.
Pondok Pesantren walau sudah maju dan berkembang, pimpinan dan pengasuhnya  harus tetap belajar dengan lingkungan sekitarnya serta mengambil pelajaran dari Pondok Pesantren yang lain  sambil melestarikan identitas keislamannya. Sehingga Pondok Pesantren dapat melahirkan ulama’ dan cendikiawan muslim yang selalu dinamis, dapat ‘menguasai’ zaman, tidak statis dan terbuka terhadap kemajuan-kemajuan duniawi seperti perkembangn pengetahuan dan teknologi.
Untuk itu  Pondok Pesantren perlu adanya upaya memberi materi Islam secara kaffah, Sehingga pemahaman dan sikapnya terhadap Islam pun bersifat komprehensif dan  dilengkapi dengan pengetahuan umum serta skill, dengan harapan alumninya kelak dapat berkarya dan bisa ditempatkan di mana saja.

DAFTAR  PUSTAKA
Arifin,  M. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum, Jakarta: Bumi Aksara, 2009
Abudin Nata, Pendidikan Islam di Indonesia : Tantangan dan Peluang,  Jakarta, 2011.
Ali Khalil  Abu al-Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al - Islamiyah, fi al-Quran al – Karim, (t.t : Dar a;-Fikr al-Araby, 1980
Arifin,  M. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
HD, Sudjana, Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif, Bandung, 2001.
M. Quraish Shihab, “Membumikan” Al-Quran Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Bandung : Mizan, 2010
Mastuhu,  Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, Jakarta, 2009


[1] Makalah disampaikan pada acara seminar di Pondok Pesantren Salafiyah Roudlotuth Tholibin lampung, 20 April 2014.
[2] Guru,  email: mihsandacholfany@yahoo.com, HP.08121-1302-2488
[3] Abudin Nata, Pendidikan Islam di Indonesia : Tantangan dan Peluang,  2003, h.1
[4] Ali Khalil  Abu al-Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al - Islamiyah, fi al-Quran al-Karim,  h. 37
[5] M.Quraish Shihab, Membumikan”Al-Quran Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, h.175

[6]  HD, Sudjana, Metode & Teknik Pembelajaran Partisipatif, 2001, h. 1-6
[7] Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, h. 47

Tidak ada komentar:

Posting Komentar