Kamis, 11 Februari 2016

EKPEKTASI MASYARAKAT TERHADAP DOSEN PERGURUAN TINGGI M. Ihsan Dacholfany


EKPEKTASI MASYARAKAT TERHADAP  DOSEN
PERGURUAN TINGGI
M. Ihsan Dacholfany[1]


1.                  Pendahuluan
Dunia perguruan tinggi merupakan bagian yang sangat urgent dan vital dalam dunia pendidikan, sebab ia memiliki  muatan akademis, pengabdian kepada masyarakat dan  penelitian, dengan  harapan ekpektasi masyarakat dalam ruang lingkup kebutuhan dunia kerja baik di suatu lembaga, perusahaan bahkan negara dapat terpenuhi, apapun masalah yang sedang dihadapi oleh perguruan tinggi  dapat diselesaikan dengan baik dan lancar, maka eksistensi dosen itu sangat penting dalam upaya mencapai harapan dan cita-cita perguruan tinggi  tersebut, yang tentunya telah dituangkan dalam visi, misi dan tujuan pada  perguruan tinggi. 
Dengan demikian  sangat dibutuhkan dosen yang profesional dan ilmuwan serta perlunya pembinaan kepada seluruh dosen, terutama para dosen  baru dan masih muda yang perlu  arahan dan bimbingan serta nasehat dalam usaha lebih memaksimalkan peran  serta mereka dalam  pencapaian cita-cita perguruan tinggi tersebut yang merupakan ekpektasi masyarakat luas.
Dosen adalah pendidik yang merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi[2]. Menurut UU No 14 Tahun 20105 Pasal 1 bahwa Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat [3].
Adapaun Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang pengangkatan Dosen Tetap pada Perguruan Tinggi. Dosen tetap adalah dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu, sementara itu sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada dosen sebagai tenaga profesional[4].
Dosen  merupakan komponen yang paling esensial dalam dunia pendidikan. Dosen sebagai jantung perguruan tinggi yang sangat menentukan kualitas pendidikan dan alumni yang dilahirkan oleh perguruan tinggi dan merupakan ekpektasi masyarakat, semua tidak lepas dari peran serta dosen,  jika para dosennya berkualitas tinggi, maka kualitas perguruan tinggi tersebut juga akan tinggi, demikian pula sebaliknya. Sebaik apapun program dan rancangan pendidikan yang dicanangkan, jika tidak didukung dan dibantu oleh para dosen bermutu tinggi, maka akan berakhir pada hasil yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dalam visi, misi dn tujuan dalam sebuah perguruan tinggi.
 Dosen yang baik menurut Hartono adalah yang mempunyai metode pedagogik yang mengena dan tidak pernah dilupakan oleh mahasiswanya. Peran dosen adalah sebagai produsen atau pelayan karena memproduksi bahan-bahan pelajaran dan melayani para mahasiswa dengan sepenuh hati[5]
Berusaha dalam proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan (profesionalisasi), pendidik dan tenaga pendidikan secara bertahap dapat mencapai standar tersebut. Hal itu ditegaskan dalam kebijakan pemerintah dalam Undang-undang nomor 14 tahun 2005 yaitu berpendidikan akademik S-1 atau D-III / D-IV dan telah lulus Sertifikasi Pendidikan. Pada dasarnya profesionalisasi merupakan sutu proses berkesinambungan melalui berbagai program pendidikan dalam jabatan.
Sanusi mengatakan bahwa  seseorang yang memiliki kemampuan untuk kerja secara baik yang ditunjang oleh pengetahuan (kognitif), komitmen dan sikap (afektif) terhadap profesi, keterampilan (psikomotor), serta sikap sosial yang baik, di mana ketiga hal tersebut dibentuk melalui latihan khusus dan memakan waktu yang relatif lama. Di mana seluruh kemampuan tersebut ditujukan bagi pelaksanaan dan pengembangan jenis pekejaan[6].
Dosen zaman sekarang bukan lagi menjadi golongan ‘elit’ alias ekonomi sulit. Tetapi memang menjadi golongan elit dalam strata kelompok masyarakat yang profesional dan bergaji lumayan. Kalau dulu ‘dosen’ sering diplesetkan dengan kerjaannya satu ‘dos’ dan penghasilannya satu ‘sen’. Namun sekarang, dosen setara dengan tenaga profesional lainnya. Dosen setiap bulannya memperoleh gaji pokok, tunjangan fungsional dan tunjangan profesi jika sudah lulus sertifikasi dosen. Bahkan jika dosen sudah Guru Besar, akan memperoleh 2 kali gaji pokok pada setiap bulannya. Dosen sebagai pendidik profesional tentunya meniscayakan ada peningkatan dalam hal pembelajaran dan pendidikan yang telah menjadi tugas pokok dan fungsinya. Bukan sebaliknya dengan gaji yang tinggi tetapi tidak ada korelasi positif dengan peningkatan kualitas pembelajaran dan pendidikan.[7]
Ada perbedaan tugas antara guru dan dosen. Guru bertugas menyampaikan ilmu yang sudah ada kepada siswa, profesi guru lebih menekankan kepada proses mendidik, mengarahkan, membimbing dan mengevaluasi siswa, lebih utama guru SD/MI sebagai pemberi pondasi dasar pendidikan bagi siswa, guru SD/MI mengajari siswanya yang belum bisa menulis menjadi bisa menulis begitu juga membaca serta dari serta dari yang belum mengenal angka menjadi mahir dalam berhitung.
Sejak lahirnya UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan PP RI Nomor 37 Tahun 2009 tentang Dosen, seorang dosen telah dipandang sebagai sebuah profesi. Karena menjalankan dharma pada Perguruan Tinggi, maka pada diri dosen juga seorang ilmuwan. Dosen yang profesional, yang juga seorang ilmuwan, sejauh undang-undang menyatakan hal itu, hendak diposisikan sebagai sasaran kebijakan mutu pendidikan tinggi yang hendak diselesaikan oleh pemerinbtah. Dosen dianggap sebagai komponen terpenting pendidikan tinggi, yang dianggap sebagai jalan yang tepat membantu para kaum muda untuk dapat menjadi insan yang sempurna, yang memiliki ciri cerdas dan kompetitif,[8] sebagaimana harapan dunia pendidikan adalah menjadi pribadi atau sumber daya manusia yang berkribadian luhur dan  kukuh, pribadi yang berimana dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai makhluk sosial yang mampu memanfaaatkan mengelola dan menjaga kelestarian alam[9]
Dosen adalah sebuah pekerjaan yang dilakukan oleh para pendidik dan  pekerjaan tersebut itu adalah sangat mulia dan terhormat, dan merujuk pada sistem pendidikan nasional, yang secara garis besar menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan tenaga pendidik adalah semua pihak yang berperan dan bertugas menjalankan pengajaran, menilai hasil belajar, penelitian, pengabdian masyarakat dan pendidikan baik sebagai guru, dosen, konselor, staf pengajar, instruktur, tentor, pelatih, widyaiswara, pamong belajar, fasilitator atau apapun sebutannya yang pada prinsipnya sama dan tidak dibedakan satu dengan yang lain[10]. Walaupun masalah kesejahteraan bagi para pendidik sampai saat ini masih menjadi permasalahan utama. Jika dalam konstitusi dicantumkan cita-cita tanah air untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, maka perwujudan cita-cita luhur tersebut saat ini ditujukan bahwa pendidikan harus dapat meningkatkan daya saing bangsa menuju bangsa yang bermartabat di pentas dunia, maka untuk menjadi dosen harus mempunyai tanggungjawab yang besar dalam pelaksanaan proses belajar mengajar untuk membina dan mengembangkan potensi mahasiswa guna mencapai tujuan perguruan tinggi. Pada gilirannya lulusan perguruan tinggi  berpengaruh besar pada masa depan bangsa.    
           Hal ini tersurat dalam persyaratan untuk menjadi dosen yakni : Beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME Berwawasan Pancasila dan UUD 1945. memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar dan mempunyai moral dan integritas yang tinggi serta memiliki rasa tanggungjawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara[11]. Kebijakan kebijakan yang menyangkut profesionalisasi pendidik dan tenaga pendidik di antaranya : Undang- Undang Sisdiknas No 20 Tahun 2003, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen,  berbagai peraturan pemerintah (PP), berbagai Peraturan Mentri (Permen), Peraturan Daerah (Perda) dan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan.

II. Dosen sebagai Ilmuwan dan Profesional.
   Menurut Fathur Rokhman, Rektor Universitas Negeri Semarang (Unnes) bahwa  dosen mempunyai dua tugas sebagai pendidik profesional dan ilmuwan. Sebagai pendidik profesional, dosen harus memahami kurikulum berkompetensi dan konservasi, kreatif dan inovatif dalam merancang pembelajaran, dapat mengembangkan materi ajar, serta mampu mengevaluasi proses pembelajaran dan sebagai ilmuwan, dosen juga harus mampu mengembangkan dan mengaplikasikan ilmunya di masyarakat sehingga dapat menjadi  pendidik dengan reputasi di atas rata-rata, sumber daya manusia yang memiliki talenta, di samping itu, ada tiga kewajiban yang harus dilakukan dosen dengan berusaha agar mampu menulis buku, membuat artikel di jurnal nasional maupun internasional.[12]
Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang diberikan masyarakat kepada seorang yang mengabdikan dirinya pada kegiatan penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang alam semesta, termasuk fenomena fisika, matematis dan kehidupan sosial dan istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk menggali permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada dipundaknya[13]
Professional mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya. Penyandangan dan penampilan professional ini telah mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi[14].
Syah menyebutkan bahwa profesonal (profesional) aslinya adalah kata sifat dari kata profession yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Sebagai kata benda profesional kurang lebih berarti orang yang melaksanakan sebuah profesi dengan menggunakan profesiensi sebagai mata pencaharian. Sedangkan Sanusi et al. menyatakan bahwa profesional menunjuk pada dua hal, yaitu : pertama, orang yang menyandang suatu profesi, kedua, penampilan sesorang dalam melakukan pekerjaan yang sesuai dengan profesinya dalam pengertian kadua ini, istilah profesional dikontraskan dengan “ non- profesional” atau” amatiran”[15]
Rochman Natawijaya (1989;2001:2) mengemukakan ada enam ciri dari suatu profesi, yaitu :
1.         Ada standar Kinerja yang baku dan jelas.
2.         Ada lembaga pendidikan yang khusus yang menghasilkan pelakunya dengan program dan jenjang pendidikan yang baku serta memiliki standar akademik yang memadai dan bertanggung jawab tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang melandasi profesi tersebut.
3.         Ada organisasi profesi yang mewadahi para pelakunya untuk mempertahankan dan memperjuangkan eksistensi dan kesejahtraannya.
4.         Ada etika dan kode etik yang mengatur perilaku etik para pelakunya dalam memperlakukan kliennya.
5.         Ada sistem imbalan terhadap jasa layanan yang adail dan baku.
6.         Ada pengakuan masyarakat (profesional, petugas, dan awam) terhadap pekerjaan itu sebagai profesi.[16]

Sahertian mengemukakan dalam kriteria profesi yang meliputi :
a.       Jabatan tersebut harus merupakan suatu pelayanan yang khas dan esensial, serta dengan jelas dapt dibedakan dari jabatan-jabatan lain (A unique, definite, and essential service).
b.      Untuk pelaksanaan tidak sekedar diperlukan keterampilan (skill), melainkan diperlukan pula kemampuan intelektual (An emphasis upon intellectual techniques in performing igts service).
c.       Diperlukan suatu masa studi dan latiah khusus yang cukup lama (A long priode of specialized service).
d.      Para praktisnya, secara induvidual maupun kelompok, memiliki otonomi dalam bidang (A broad range of outonomy for both the individual paracticooners and the occupational group as whole).
e.       Tindakan dan keputusan dapat diterima oleh praktisi yang bertanggung jawa (An acceptance by the practioner of broad personal rsponsibility for judgment made and act performed within the scope of profesional autonomy).
f.       Pelayanan tersebut tidak semata-mata untuk kepentingan ekonomis (An emphasis upon the service to be rendered, rather than economic gain to the practioners, as the basis for the organization and performance of the social service delegated to the occupational group).
g.      Para praktisinya memiliki suatu organisasi profesonl yang berdiri sendiri (Acomprehensive self-governing organizational of practioners).
h.      Mereka memiliki satu kode etik – yaitu seperngkat aturan/nilai  yang  jelas  dan tandas yang mengikat para praktisinya (A code of ethics which has been clarified and interpreted at cmbiguous and doubtful point by concrete cases[17]).

Adapunn profesi dosen diharapkan berusaha semaksimal mungkin agar mampu mentranformasikan dan pengembangan ilmu kepada mahasiswa sehingga menghasilkan orang-orang yang profesional di bidangnya, maka dari itu dosen juga mempunya tugas melakukan penelitian yang tujuannya untuk pengembagan ilmu pengetahuan yang sesuai dengan perkembangan zaman. Walaupun terdapat perbedaan tugas utamanya, tetap saja guru dan dosen memiliki peran yang sama yaitu menyampaikan ilmu kepada siswa atau mahasiswa yang dididik. Dalam dunia kampus dikenal dengan istilah Guru Besar atau Profesor yang merupakan jabatan fungsional tertinggi bagi dosen, maka dari itu wajar saja jika dosen disebut juga guru dan juga ikut serta memperingati dan merayakan hari guru setiap tanggal 25 November.
Sebagaimana ekpektasi (harapan) masyarakat  agar dosen  berusaha  sebagai pendidik profesional dan menjadi ilmuwan yang ditugaskan sehingga mampu  mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat[18]. Peran strategis dosen sebagai komponen dalam sistem pendidikan bukan hanya berfungsi mengantarkan mahasiswa menjadi lulusan yang berkompeten, tetapi juga perlu mengangkat peran  perguruan tinggi dalam pembangunan nasional dan tentunya meniscayakan ada peningkatan dalam hal pembelajaran dan pendidikan yang telah menjadi tugas pokok dan fungsinya.

III. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Tinggi
Sebaga lembaga pendidikan tinggi yang ada di Indonesia, maka harus bertujuan untuk:
a.    Mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
b.    Menghasilkan lulusan yang menguasai bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang dipelajari serta mampu mengaplikasikan dalam peningkatan daya saing bangsa serta memiliki sikap toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani membela kebenaran untuk kepentingan nasional;
c.    Menghasilkan karya penelitian dalam bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang bermanfaat bagi kemaslahatan bangsa, negara, dan umat manusia[19].
Sedangkan fungsi pendidikan tinggi disebutkan berfungsi membentuk dan mengembangkan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta sikap kooperatif a melalui pelaksanaan tridharma perguruan yinggi yaitu: a. dharma pendidikan b. dharma penelitian; dan c. dharma pengabdian kepada masyarakat[20]. Pendidikan yang berkualitas baik secara filosofis-teosentris maupun teknis-praktis akan meningkatkan kualitas yang utuh bagi pendidikan nasional, oleh karena itu pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, masyarakat dan kita semua[21].
Pendidikan diharapkan mampu mendorong terciptanya masyarakat yang tertib, teratur, ramah tamah, mengutamakan kebersamaan, gotong royong dengan memperhatikan prinsip-prinsip toleransi dan kesantunanan juga dikembangkan melalui sikap saling  memahami, saling kerjasama dan saling menitipkan diri[22].Pendidikan yang bermutu tidak hanya dilihat dari mutu lulusannya, tetapi juga mencakup bgaimana lembaga pendidikan yan mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai dengan standar mutu lmuan pelanggan eksternal (peserta didik, orang tua, masyarakat dan pemakai lulusan) [23]
Mencermati tujuan dan fungsi pendidikan tinggi selama ini, di atas kertas memang ideal dan baik sekali. Namun realitasnya belum menunjukkan bukti yang mengembirakan. Banyak anomali-anomali terhadap tujuan dan fungsi yang ideal. Mencermati tujuannya benarkah perguruan tinggi sudah mengembangkan potensi mahasiswa menjadi beriman, bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia ? benarkah perguruan tinggi sudah mencetak mahasiswa yang menguasai ilmu, pengetahuan, seni dan teknologi? benarkah perguruan tinggi sudah menghasilkan penelitian dan sumber daya manusia \yang bermanfaat bagi nusa, bangsa dan Negara ?, dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan.

 IV. Komptensi Dosen Yang Profesional dan Keilmuwan
Sebagai dosen yang profesional dan ilmwuan haruslah mempunyai Kompetensi yang harus dimiliki, yaitu Kompetensi Profesional, Kompetensi  Mengajar (Pedagogik), Kompetensi Kepribadian (Personaliti), Kompetensi Sosial, Oleh karena itu, selain terampil mengajar, seorang pendidik juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik [24].
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dan Dosen, adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru dan Dosen antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru dan Dosen.

  1) Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman guru dan Dosen terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Secara rinci setiap subkompetensi dijabarkan menjadi indikator esensial sebagai berikut;
Ø  Memahami peserta didik secara mendalam memiliki indikator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif; memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian; dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik.
Ø  Merancang pembelajaran, termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran memiliki indikator esensial: memahami landasan kependidikan; menerapkan teori belajar dan pembelajaran; menentukan strategi pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar; serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih.
Ø  Melaksanakan pembelajaran memiliki indikator esensial: menata latar (setting) pembelajaran; dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif.
Ø  Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran memiliki indikator esensial: merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode; menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery learning); dan memanfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum.
Ø  Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensinya, memiliki indikator esensial: memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai potensi akademik; dan memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi nonakademik.

2)  Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Secara rinci subkompetensi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
Ø  Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru dan Dosen; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.
Ø  Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru dan Dosen.
Ø  Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak.
Ø   Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani.
Ø  Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan takwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik.

3) Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru dan dosen untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini memiliki subkompetensi dengan indikator esensial sebagai berikut:
Ø Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik.
Ø Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan.
Ø  Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.

4) Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya. Setiap subkompetensi tersebut memiliki indikator esensial sebagai berikut:
Ø Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi memiliki indikator esensial: memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari.
Ø Menguasai struktur dan metode keilmuan memiliki indikator esensial menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk memperdalam pengetahuan/materi bidang studi.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru dan Dosen. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru dan Dosen meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan sehingga guru dan dosen yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional
Maksud dari kompetensi tersebut adalah Kompetensi Profesional, yakni, keluasan wawasan akademik dan kedalaman pengetahuan dosen terhadap materi keilmuan yang ditekuninya dan  Kompetensi Pedagogik, adalah  penguasaan dosen pada berbagai macam pendekatan, metode, pengelolaan kelas, dan evaluasi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik materi dan perkembangan mahasiswa, sedangkan kompetensi kepribadian, yakni, kesanggupan dosen untuk secara baik  menampilkan dirinya sebagai teladan dan memperlihatkan antusiasme dan kecintaan terhadap profesinya dan terakhir adalah Kompetensi sosial, yakni, kemampuan dosen untuk menghargai kemajemukan, aktif dalam berbagai kegiatan sosial, dan mampu bekerja dalam team work.



  V. Ciri-ciri Dosen Profesional dan Ilmuan
Untuk menjadi dosen yang profesional adalah harapan dan  impian setiap dosen dalam rangka meningkatkan harga dirinya sebagai manusia yang akademis maka ia berusaha  bekerja di perguruan tinggi yang sering disebut sebagai garda ilmiah, tempat bersemai dan berkembang ilmu pengetahuan.  dosen dianggap sebagai peneliti yang mengajar.  Ia meneliti dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan ia juga mengajar atau mendidik calon-calon praktisi yang profesional yang akan mengembangkan ilmu pengetahuan dan menerapkan hasil-hasil penelitian untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada di masyarakat.
Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan sebagai profesi. Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk di bawah wibawa ilmu. Karena ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui kebenaran. Seorang ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis tinggi ataupun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya netral, tetapi lebih dari semua itu ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu di mana manusia dan kehidupan itu harus menjadi pilihan juga sekaligus junjungan utama[25]
Kewajiban batiniah seorang ilmuwan ialah memberikan sumbangan pengetahuan baru yang benar saja ke kumpulan pengetahuan benar yang sudah ada, walaupun ada tekanan-tekanan ekonomi atau sosial yang memintanya untuk tidak melakukan hal itu, karena tanggung jawabnya ialah memerangi ketidaktahuan, prasangka dan mitos di kalangan manusia mengenai alam semesta ini.  Adapun pedoman kerja yang disepakati dan harus diikuti para ilmuwan ialah :1. Bekerjalah dengan jujur. 2. Jangan sekali-sekali memanipulasi data.3. Selalulah bertindak tepat, teliti dan cermat. 4. Berlakulah adil terhadap pendapat orang lain yang muncul terlebih dahulu.5. Jauhilah pandangan berbias terhadap data dan pemikiran ilmuwan lain. 6.Usahakanlah menyelesaikan permasalahan yang dihadapi dengan tuntas. 7. Perlunya Etika.8. Ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.[26]
Adapun di antara ciri-ciri dosen yang profesional dan ilmuwan adalah: a.Kepribadian yang kuat,  b.Komitmen, c.Menguasai materi kuliah yang dipegangnya, d.Ketrampilan berinteraksi, e.Fleksibilitas dan kreativitas, keterbukaan, f.  Mempunyai  antusiasme yang dinamis, g. Siap dan terorganisir, h.Kemampuan berkomunikasi, i.Gaya mengajar yang merangsang belajar, selain itu tenaga pengajar yang antusias dan berminat untuk memperoleh pengetahuan dan latihan lebih jau dalam segala bidang[27]
Sedangkan menurut Nana Syaodih Sukmadinata ada  10 ciri suatu profesi yaitu:1.Memiliki fungsi dan signifikan sosial, 2.Memilikikeahlian/keterampilantertentu,3.Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah, 4. Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas, 5.Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama. 6, Aplikasi dan sosialisai nilai-nilai profesional, 7.Memiliki kode etik, 8.Kebebasan untuk memberikan judgemt dalam memesahkan masalah dalam lingkungan kerja, 9.Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi,10.Adanya pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya[28].
Selain dosen profesional, ada juga harapan agar dosen tersebut ideal, ada pandangan mahasiswa  bahwa dosen ideal yang dimaksud adalah   dosen yang mampu mengendalikan emosi. Hal ini disebabkan karena masalah emosi adalah berhubungan langsung dengan pribadi dosen tersebut, hal ini  sesuai dengan pendapat Nasution bahwa sikap dosen ada yang otoriter yaitu mendidik dengan hukuman dan ancaman untuk dapat menguasai materi yang dianggap penting[29]. Hal ini sesuai juga pendapat Hidayatullah bahwa untuk mewujudkan suasana pembelajaran yang kondusif maka dosen harus mampu menciptakan situasi yang nyaman untuk belajar, oleh karena itu dosen harus memiliki jiwa yang longgar dan sabar dalam menghadapi mahasiswa. Namun mengajar dengan sabar atau mengajar dengan hati bukan berarti tidak boleh tegas dan melibatkan unsur fisik, melainkan adalah segala sesuatu yang dilakukan dosen semata-mata agar peserta didik menjadi orang terdidik dan tujuan pendidikannya.[30]
Bahkan selain itu menurut Salam bahwa bagi mahasiswa, dosen umumnya merupakan figur yang dapat memberi semangat belajar.Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa menurut mahasiswa sebagian dosen Keperawatan UMS belum ideal karena dalam menjelaskan kurang menarik dan monoton, lebih mengutamakan kepentingan pribadi, dalam menyampaikan materi sulit dipahami, tidak disiplin atau tidak datang tepat waktu. Selanjutnya sebagian besar mahasiswa menyatakan bahwa hal ini mempengaruhi motivasi belajar, mahasiswa menjadi malas mendengarkan dan juga belajar[31].
Seorang pengajar yang baik akan melakukan tugasnya bukan semata karena uang atau karena sudah merupakan kewajibannya, tetapi karena ia menikmati pekerjaannya, dan karena ia menginginkan pekerjaannya itu. Seorang pengajar yang baik tidak dapat membayangkan ia akan dapat melakukan hal atau pekerjaan lain selain mengajar dan mengajar.

VI. Syarat Menjadi Dosen Yang Profesional dan ilmuwan.
Dosen adalah pengajar, maka diharapkan dapat mengajar yang baik sehingga dapat menjadi dosen Profesional dan ilmuwan, tentukan  dibutuhkan persyaratan antara lain :
a.        Mengajar yang baik merupakan gabungan dari kesenangan (passion) dan penalaran (reason). Mengajar yang baik bukan hanya tentang bagaimana memotivasi mahasiswa agar mau belajar tetapi mengajar mereka bagaimana belajar dengan baik sehingga apa yang dipelajari menjadi relevan, memiliki arti, dan dikenang dengan baik. Leblanc mengibaratkan bahwa memperlakukan mahasiswa (dalam hal mengajar dan mendidik) sama persis dengan bagaimana kita berbuat memperlakukan sesuatu benda yang kita senangi. Dosen harus memperlihatkan suatu antusiasme dan kasih sayang dan kemudian membagikannya kepada mahasiswanya.  Cara dosen mengajar menjadi role model bagi para mahasiswanya.
b.      Mengajar yang baik harus menjadikan mahasiswa sebagai konsumen atau klien dari ilmu pengetahuan yang kita jual (artinya kita menganggap bahwa mahasisiwa adalah konsumen yang harus kita treat agar mereka mau membeli apa yang kita tawarkan).
c.       Mengajar yang baik adalah kesediaan mendengarkan, mempertanyakan, menyikapi dengan responsif, dan memahami bahwa setiap individu mahasiswa dari setiap kelas adalah suatu pribadi yang unik dan berbeda. Yang sama dari setiap individu mahasiswa hanyalah dalam tujuan akhirnya, yaitu mendapatkan ilmu pengetahuan dan pendidikan yang berkualitas sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan mereka setelah lulus dari pendidikannya. Menurut Leblanc, seorang pengajar (dosen) yang baik harus dapat mendorong mahasiswa mencapai keunggulan, dan secara bersamaan mahasiswa juga harus dapat menjelma menjadi seorang pribadi yang yutuh, memiliki rasa hormat kepada sesama, dan selalu menjadi seorang yang profesional. Dengan demikian, bukanlah sebuah sikap yang baik jika seorang dosen hanya berdiri di depan kelas, menyampaikan materi ajar secara ‘kering’, tanpa pernah menyisipkan soal etika dan moral (al-Akhlak al-Karimah), baik yang berkaitan dengan penerapan ilmu yang diajarkannya maupun etika dan moral secara umum.
d.      Menjadi pengajar yang baik bukan hanya dibuktikan dengan memiliki program kerja (agenda) yang tersusun rapih dan secara ketat mengikuti agenda tersebut (rigid). Sebaliknya, dosen haruslah bersikap fleksibel, fluid (tidak kaku), selalu bersedia untuk mencoba hal-hal baru (experimenting), dan memiliki kepercayaan diri untuk merespons dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang berubah.
Menurut Leblanc, sebagus apa pun agenda kerja yang disusun, di kelas, paling banyak hanya 10% yang dapat tercapai. Seorang pengajar yang baik harus bersedia untuk mengubah silabus dan memanage jadwal perkuliahannya jika di tempat lain diketahuinya ada hal-hal yang lebih baik
[32].
e.       Mengajar yang baik juga berkaitan dengan cara atau gaya (style). Mengajar di kelas harus juga merupakan suatu ‘pertunjukkan’ yang menarik, bukan hanya berdiri di podium dengan tangan yang seolah melekat ke meja podium atau pandangan yang hanya tertuju ke layar (jika itu pun sudah menggunakan alat bantu OHP atau LCD). Mengajar di depan kelas bagi seorang dosen adalah bekerja, dan mahasiswa
f.       Mengajar yang baik harus mengandung unsur humor (jenaka). Artinya, dalam mengajar, seorang dosen harus menyisipkan humor-humor, yang akan sangat berguna untuk mencairkan (ice-breaking) suasana kelas yang kaku. Harus disadari bahwa mahasiswa adalah manusia yang datang ke kelas dengan kondisi yang berbeda-beda, dengan permasalahannya masing-masing, baik yang muncul hari itu maupun yang sudah dimilikinya berhari-hari atau berbulan-bulan yang lalu. Kelas yang kaku dan terlalu serius akan sangat membosankan. Menurut sumber lain, contohnya Barbara Gross Davies[33] jika pun atmosfir kelas mendukung, mahasiswa hanya penuh perhatian terhadap materi perkuliahan sampai maksimal 20 menit pertama saja. Untuk itu, dosen harus berusaha semaksimal mungkin untuk memasukkan teknik-teknik jenaka untuk menarik kembali perhatian mahasiswa terhadap materi perkuliahan.
g.      Mengajar yang baik adalah memberikan perhatian, membimbing, dan mengembangkan daya pikir serta bakat para mahasiswa. Mengajar yang baik berarti mengabdikan atau menyediakan waktu kita bagi setiap mahasiswa.
h.      Mengajar yang baik harus didukung oleh kepemimpinan yang kuat dan visioner serta oleh institusi yang juga mendukung, baik dalam sumberdayanya, personalianya, maupun dananya. Mengajar yang baik harus merupakan penggambaran dari pelaksanaan visi dan misi institusi yang selalu harus diperbaiki dan diperbaharui, bukan hanya dalam perkataan tetapi juga dalam perbuatan.
i.        Mengajar yang baik adalah tentang pembimbingan (mentoring) yang dilakukan oleh dosen senior kepada dosen yunior, tentang kerjasama, dan kemudian kinerjanya dapat dikenali dan dihargai oleh seorang penilai / pimpinan, sementara mereka yang mengajarnya masih kurang baik, sudah sepatutnya mereka mendapatkan berbagai progam pelatihan dan pengembangan (ada Pusat Pelatihan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional).
j.        Akhirnya, mengajar yang baik adalah memiliki kesenangan, dan kenikmatan batin, yaitu ketika mata kita menyaksikan bagaimana mahasiswa kita menyerap ilmu yang kita berikan, bagaimana pemikiran mahasiswa menjadi terbentuk, sehingga mahasiswa kemudian menjadi orang yang lebih baik.

VII. Langkah UntukMenjadi Dosen Profesional dan Ilmuwan.
Hasil penelitian dari Harvard University Amerika Serikat yang mengagetkan dunia pendidikan di Indonesia di mana menurut penelitian tersebut, kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan keterampilan teknis (hard skill), tetapi oleh keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Bahkan, penelitian ini mengungkapkan, bahwa kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20% dengan hard skill dan sisanya 80% dengan soft skill. Hal ini diperkuat sebuah buku berjudul Lesson From The Top karangan Neff dan Citrin (1999) yang memuat sharing dan wawancara terhadap 50 orang tersukses di Amerika. Mereka sepakat bahwa yang paling menentukan kesuksesan bukanlah keterampilan teknis melainkan kualitas diri yang termasuk dalam keterampilan lunak (soft skills) atau keterampilan berhubungan dengan orang lain (people skills)[34].
Kesulitan utama yang dihadapi para professional pendidikan sekarang ini adalah ketidakmampuan  menghadapi “sistem yang gagal” sehingga menjadi tabir bagi para professional pendidikan itu untuk  mengembangkan dan menerapkan proses baru pendidikan yang akan memperbaiki mutu pendidikan[35]
Secara umum ada beberapa langkah yang bisa  ditempuh guna menuju terwujudnya dosen yang profesional, antara lain:
a.       Melaksanakan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
b.      Dalam mewujudkan Tri Dharma, maka harus menempuh studi lanjut (S2 dan S3).
c.       Budaya baca (tambah ilmu baru dan informasi mutakhir.
d.      Menciptakan iklim akademik dan budaya ilmiah (Forum atau Unit).
e.        Mengikuti berbagai forum ilmiah seperti diskusi, seminar, baik sebagai penyaji materi, moderator, maupun sebagai peserta.
f.       Membiasakan menulis makalah, artikel di jurnal, majalah ilmiah, media massa maupun buku teks) sehingga mampu  mengaplikasikan ilmu
g.      Menambah buku perpustakaan pribadi.
h.      Menjadi pengurus atau anggota organisasi profesi sesuai dengan disiplin ilmunya[36].

Menurut R.D. Lansbury dalam buku Profesionals and Management dalam Sudarman Danim  dalam konteks profesionalisasi, istilah profesionalisasi dapat dijelaskan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan karakteristik, pendekatan institusional, dan pendekatan legalistik. Pendekatan Karakteristik maksudnya Pendekatan ini memandang bahwa profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang membedakannya dengan pekerjaan yang lain. Seorang penyandang profesi dapat disebut profesional manakala elemen-elemen inti menjadi bagian integral dalam kehidupannya, Pendekatan institusional memandang bahwa profesi dari segi proses institusional atau perkembangan asosiasional. Maksudnya adalah kemajuan suatu pekerjaan ke arah pencapaian status ideal suatu profesi dilihat atas dasar tahap-tahap yang harus dilalui untuk melahirkan proses pelembagaan suatu pekerjaan menuju profesi yang sesungguhnya, Pendekatan legalistik yaitu pendekatan yang menekankan adanya pengakuan atas suatu profesi oleh Negara atau pemerintah. Suatu pekerjaan disebut profesi jika dilindungi undang-undang atau produk hukum yang ditetapkan pemerintah suatu Negara[37].
Dosen harus memiliki  tanggung-jawab yang besar dalam kegiatan  proses belajar-mengajar dalam membina,  membina dan mengembangkan minat dan potensi mahasiswa untuk  mencapai visi misi  dan tujuan perguruan tinggi  dan setelah lulus akan bermanfaat dan berpengaruh pada masa depan bangsa. Hal ini tersurat dalam persyaratan untuk menjadi dosen, menurut UU No. 2/1989 dan PP No. 30/1990, yakni: Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME Berwawasan Pancasila dan UUD 1945. Memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar. Mempunyai moral dan integritas yang tinggi. Memiliki rasa tanggung-jawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan negara.

VIII. Penutup.
            Demikianlah beberapa hal yang berkaitan dengan dosen professional dan ilmuwan yang merupakan ekpektasi masyarakat,  namun yang perlu diingatkan sekali lagi ialah bukan mendahulukan hak, tetapi yang lebih penting ialah keseimbangan antara kewajiban yang harus dipenuhi dengan hak yang akan diterima
Di antara beberapa hal yang sangat perlu diketahui oleh seluruh dosen ialah: dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.  Sedangkan di perguruan tinggi ada  dosen tetap yang merupakan  dosen yang bekerja penuh waktu yang berstatus sebagai tenaga pendidik tetap pada satuan pendidikan tinggi tertentu. Sementara itu sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada dosen sebagai tenaga profesional.
        Untuk menjadi dosen Profesional dan ilmuwan yang menjadi ekpektasi/harapan masyarakat hendaknya  harus mempunyai tanggungjawab yang besar dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, penelitan dan pengabdian masyarakat dalam rangka  untuk membina dan mengembangkan potensi mahasiswa dan kemajuan kampus dalam  mencapai tujuan, visi dan misi perguruan tinggi.












DAFTAR PUSTAKA
A.  Dari Buku:
Davies, Barbara Gross,  Tools for Teaching, Jossey-Bass Publishers, 1993.
Danim, Sudarwan, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Dacholfany,  M Ihsan, Tinjauan Awal Analisis  SWOT Pada Program Sekolah Kejuruan,  Jurnal Ilmiah IAI Al-Ghurobaa,  Jakarta, 2010.
Dacholfany, M Ihsan Manajemen Mutu Pembelajaran di Lembaga Pendidikan Islam, Jurnal   akadimika, STAIN Jurai Siwo, Metro Lampung, 2010.

Dacholfany, M Ihsan Pendidikan karakter di Pondok Pesantren,  Bekasi: Jurnal   Lentera Tarbiyah,  STAI Bani Saleh, Bekasi, 2011.
Dacholfany, M Ihsan Manajemen Mutu Pendidikan dan Kepemimpinan Pendidikan,  Jurnal   Manajemen Pendidikan, Nusantara Education Review, Bandung, 2010.
Dacholfany, M Ihsan Revitalisasi Perguruan Tinggi Dalam Membangun Peradaban,  Prosiding: Seminar Nasional Peran Perguruan Tinggi Dalam tajdid Ilmu dan Peradaban,  LEMLIT  UM Metro, 2013.

Harsono. Model-model Pengelolaan Perguruan Tinggi Perspektif Sosiopolitik, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2006.

Hidayatullah, Dalam Rohmadi, Muhammad (Ed),  Guru Sejati : Membangun Insan Berkarakter Kuat dan  Cerdas,  Yuma Pustaka: Surakarta, 2009.

Jossey, Tools for Teaching, Bass Publishers, 1993.

Kamus Besar  Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2002.

Muqawim, Modul Pengembangan Sof Skil GPAI, Kementrian Agama RI, 2011.

Natawidjaya, Rochman,  Standar Profesi Guru,  PPS UPI,  Bandung,  2002.

Salam Cara Belajar yang Sukses di Perguruan Tinggi, Rineka Cipta: Jakarta., 2004.

Sanusia, A, Studi Pengembangan Model Pendidikan Profesional Tenaga Kependidikan, Depdikbud – IKIP Bandung, 1991.
                     
Sanusi , A. et al., Studi pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan, Depdikbud–IKIP Bandung, 1991.

Syah, M, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung Rosda Karya, 2001.

Sukmadinata, Nana Syaodih,  Pengembangan kurikulum -teori dan praktek ,  Bandung: Rosda Karya, 2000.

Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka In Service Education, Jakarta:Rineka cipta. 1990.

Undang-Undang  No. 14 Th. 2005  dan UU No. 2/1989 dan PP No. 30/1990.

UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Ayat 2UU No. 23 tahun 2003 pasal 1 dan pasal 39  Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

RUU Pendidikan Tinggi Pasal 3  dan pasal 4  ayat 1.

B.  Dari  Internet.           

http://ishomyusqi.com

 

http://Zan-Sher,  




[1] Dosen Universitas Muhammadiyah  Metro
[2] Pasal 39 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
[3] UU No 14 Tahun 20105 Pasal 1
[4] http://id.wikipedia, Dosen , diakses tanggal  18 Novenber 2014
[5] Harsono. Model-model Pengelolaan Perguruan Tinggi Perspektif Sosiopolitik, Pustaka Pelajar: Yogyakarta. 2006, h.17
[6] Sanusi ,A. et al., Studi pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan , Depdikbud – IKIP Bandung, 1991, h.34
[7]  http://ishomyusqi,  Dosen, diakses tanggal  16 Oktober 2014
[8] http://serdosdiktis, diakses tanggal 11 Nopember 2011.
[9]M Ihsan Dacholfany, Pengambilan Keputusan Dalam Rangka Menciptakan Inovasi di bidang Pendidikan, Lampung: Jurnal Adz- Dzikri, 2013, h.20.
[10] UU No. 23 tahun 2003 pasal 1 dan pasal 39  Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
           [11] UU No. 2/1989 dan PP. No. 30/1990.
           [12] http://unnes.ac.id, rektor-jadilah-sdm, diakses tanggal  16 Oktober 2014
[13] http://arya, tanggung jawab ilmuwan, diakses tanggal 05 Jauari 2015
[14] Kamus Besar  Bahasa Indonesia, 2002, h. 897
[15] Syah, M, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.. Bandung Rosda Karya, 2001, h. 24.
[16] Rochman  Natawidjaya, Standar profesi guru,  PPS UPI: Bandung,  2002, h.2.
[17] Sahertian, Supervisi Pendidikan Dalam Rangka In Service Education, Jakarta:Rineka cipta, 1990, h.9-10
[18] UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen Pasal 1 Ayat 2
[19] RUU Pendidikan Tinggi pasal 3.
[20] RUU Pendidikan Tinggi pasal 4  ayat 1.
[21] M Ihsan Dacholfany, Revitalisasi Perguruan Tinggi dalam membangun Peradaban,  Prosiding,; Seminar Nasional Peran Perguruan Tinggi Dalam tajdid Ilmu dan Peradaban,  LEMLIT  UM Metro , 2013, h.59
[22] M Ihsan Dacholfany, Pendidikan karakter di PondokPesantren,  Jurnal   Lentera Tarbiyah  STAI Bani Saleh, 2011, h.142,
[23]M Ihsan Dacholfany, Manajemen Mutu Pendidikan dan Kepemimpinan Pendidikan,  Bandung:Jurnal   Manajemen Pendidikan, Nusantara Education Review, 2010, h.17
[24] UU No 14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
[25] http://arya, Ciri Dosen, diakses tanggal 05 Januari 2013.
[26] http://arya, Ciri Dosen, diakses tanggal 05 Januari 2013.
[27] M Ihsan Dacholfany, TinjauanAwal Analisi SWOT  Pada Program Sekolah Kejuruan,  Jakarta: Jurnal Ilmiah IAI Al-Ghurobaa,  2010,  h.66.
[28] Nana Syaodih S,  Pengembangan Kurikulum -Teori dan Praktek ,  Bandung: Rosda Karya, 2000, h.191.
[29] Nasution,  Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar,  Bumi Aksara: Jakarta,  2008, h.119
[30] Hidayatullah, Dalam Rohmadi, Muhammad (Ed),  Guru Sejati : Membangun Insan Berkarakter Kuat dan  Cerdas,  Yuma Pustaka: Surakarta, 2009, h. 155.
[31] Salam B,  Cara Belajar yang Sukses di Perguruan Tinggi, Rineka Cipta: Jakarta., 2004, h. 67

[32] Zan-Sher,  Cara Menjadi Penggajar Yang Baik, diakses  tanggal  11 April 2012.

[33] Jossey, Tools for Teaching, Bass Publishers, 1993, p.43.
[34] Muqawim, Modul Pengembangan Sof Skil GPAI, Kementrian Agama RI, 2011,  h. 13-14.
[35] M Ihsan Dacholfany, Manajemen Mutu Pembelajaran di Lembaga Pendidikan Islam, Jurnal   akadimika,, STAIN Jurai Siwo, 2010, h.113
[36] Azizul Kholis, Profesionalisme Dosen, diakses tanggal  24 Januari 2007
[37]Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan Dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia., 2002, h.23

Tidak ada komentar:

Posting Komentar